KOMPAS.com - Hampir tiga bulan, lonjakan harga minyak masak di dalam negeri melesat tanpa kendali. Para produsen kompak menaikkan harga dengan dalih menyesuaikan dengan harga minyak sawit (CPO) di pasar global.
Pemerintah memutuskan untuk mengucurkan uang negara guna menyubsidi harga minyak goreng. Subsidi digelontorkan menggunakan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)
Sebagai informasi, BPDPKS merupakan adalah lembaga yang merupakan unit organisasi non-eselon di bidang pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara.
Setelah disubsidi pemerintah, harga minyak goreng dijual seharga Rp 14.000 per liter. Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengklaim, minyak goreng subsidi ini akan segera beredar di masyarakat.
Baca juga: YLKI Endus Aroma Kartel di Balik Mahalnya Minyak Goreng
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, harga tersebut akan berlaku selama 6 bulan ke depan dan akan diperpanjang.
"Harga sudah dipatok Rp 14.000 per liter untuk 6 bulan dan dapat diperpanjang," ujarnya seperti dikutip pada Rabu (12/1/2022).
Oke menuturkan ada sebanyak 1,2 miliar liter minyak goreng subsidi yang akan diedarkan nantinya. Penyalurannya pun, dijelaskan dia, akan dilakukan melalui pengecer di pasar rakyat, pasar modern, maupun e-commerce.
"Jadi siapapun boleh, mau e-commerce, pasar tradisional atau siapapun berhak," kata Oke.
Baca juga: Di Malaysia, Minyak Goreng Dijual Rp 8.500/Kg
Mengutip laman Pusat Informasi Pangan Strategis Nasional (PIHPS) pada hari ini, harga minyak goreng per kilogramnya dijual di kisaran Rp 19.000 sampai dengan Rp 24.000.
Di Gorontalo, harga minyak goreng bahkan menembus Rp 26.450 per kilogramnya. Padahal sebelum melonjak, harga minyak nabati ini berkisar Rp 11.000 hingga Rp 13.000 tergantung kemasannya.
Sementara secara rata-rata nasional, harga minyak goreng di Indonesia minyak goreng kemasan bermerek adalah Rp 20.900 per kilogram.
Harga rata-rata nasional ini masih lebih mahal dibandingkan Malaysia, Negeri Jiran yang juga produsen sawit terbesar dunia serta memiliki pendapatan per kapita 3 kali lipat lebih tinggi dari Indonesia.
Baca juga: Harga Minyak Goreng Mahal, Produsen Tahu Tempe Menjerit
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menduga ada praktik kartel di balik meroketnya minyak goreng di Indonesia.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menyebutkan ada beberapa indikasi perilaku kartel di balik kenaikan harga minyak goreng di negara pengekspor sawit terbesar dunia ini.
"Saya curiga ada praktek kartel atau oligopoli. Dalam UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata Tulus saat dikonfirmasi Kompas.com.