Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minyak Goreng Subsidi Dijual Rp 14.000 Per Liter, Bisa Dibeli di Mana?

Kompas.com - 12/01/2022, 12:24 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Hampir tiga bulan, lonjakan harga minyak masak di dalam negeri melesat tanpa kendali. Para produsen kompak menaikkan harga dengan dalih menyesuaikan dengan harga minyak sawit (CPO) di pasar global. 

Pemerintah memutuskan untuk mengucurkan uang negara guna menyubsidi harga minyak goreng. Subsidi digelontorkan menggunakan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)

Sebagai informasi, BPDPKS merupakan adalah lembaga yang merupakan unit organisasi non-eselon di bidang pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara. 

Setelah disubsidi pemerintah, harga minyak goreng dijual seharga Rp 14.000 per liter. Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengklaim, minyak goreng subsidi ini akan segera beredar di masyarakat. 

Baca juga: YLKI Endus Aroma Kartel di Balik Mahalnya Minyak Goreng

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, harga tersebut akan berlaku selama 6 bulan ke depan dan akan diperpanjang.

"Harga sudah dipatok Rp 14.000 per liter untuk 6 bulan dan dapat diperpanjang," ujarnya seperti dikutip pada Rabu (12/1/2022).

Oke menuturkan ada sebanyak 1,2 miliar liter minyak goreng subsidi yang akan diedarkan nantinya. Penyalurannya pun, dijelaskan dia, akan dilakukan melalui pengecer di pasar rakyat, pasar modern, maupun e-commerce.

"Jadi siapapun boleh, mau e-commerce, pasar tradisional atau siapapun berhak," kata Oke.

Baca juga: Di Malaysia, Minyak Goreng Dijual Rp 8.500/Kg

Mengutip laman Pusat Informasi Pangan Strategis Nasional (PIHPS) pada hari ini, harga minyak goreng per kilogramnya dijual di kisaran Rp 19.000 sampai dengan Rp 24.000.

Di Gorontalo, harga minyak goreng bahkan menembus Rp 26.450 per kilogramnya. Padahal sebelum melonjak, harga minyak nabati ini berkisar Rp 11.000 hingga Rp 13.000 tergantung kemasannya. 

Sementara secara rata-rata nasional, harga minyak goreng di Indonesia minyak goreng kemasan bermerek adalah Rp 20.900 per kilogram. 

Harga rata-rata nasional ini masih lebih mahal dibandingkan Malaysia, Negeri Jiran yang juga produsen sawit terbesar dunia serta memiliki pendapatan per kapita 3 kali lipat lebih tinggi dari Indonesia. 

Ilustrasi harga minyak goreng mahalMuhammad Idris/Kompas.com Ilustrasi harga minyak goreng mahal

Baca juga: Harga Minyak Goreng Mahal, Produsen Tahu Tempe Menjerit

Dugaan kartel minyak goreng

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menduga ada praktik kartel di balik meroketnya minyak goreng di Indonesia.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menyebutkan ada beberapa indikasi perilaku kartel di balik kenaikan harga minyak goreng di negara pengekspor sawit terbesar dunia ini.

"Saya curiga ada praktek kartel atau oligopoli. Dalam UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata Tulus saat dikonfirmasi Kompas.com.

Kartel sendiri merujuk pada sekelompok produsen yang mendominasi pasar yang bekerja sama satu sama lain untuk meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan menaikan harga, sehingga pada akhirnya konsumen yang dirugikan. 

Baca juga: Harga Minyak Goreng Lebih Mahal dari HET, Pemerintah Pilih Naikkan HET

Indikasi kartel paling tampak dari lonjakan harga minyak goreng, lanjut Tulus, adalah kenaikan harga minyak secara serempak dalam waktu bersamaan. 

Di sisi lain, selama ini minyak goreng yang beredar di pasaran juga dikuasai oleh segelintir perusahaan besar. 

"Kalau kartel pengusaha bersepakat, bersekongkol menentukan harga yang sama sehingga tidak ada pilihan lain bagi konsumen," terang Tulus.

Kalau pun kenaikan harga dipicu lonjakan permintaan, hal itu bukan alasan mengingat Natal dan Tahun Baru (Nataru) sudah berlalu, namun harga minyak goreng masih saja tinggi. 

Baca juga: Minyak Goreng Mahal, Apa Gunanya HET Pemerintah Jika Tak Dipatuhi?

Terlebih, Indonesia adalah negara produsen sawit terbesar di dunia. Untuk pasar ekspor, produsen minyak sawit bisa berpatokan pada harga internasional.

Harga minyak CPO di pasar dunia yang tengah melonjak, tidak bisa jadi alasan untuk menaikkan harga minyak goreng yang dijual di dalam negeri. 

Harga minyak goreng harus mengacu pada harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan.

"Kita kan penghasil CPO terbesar, kita eksportir bukan importir, jadi bisa menentukan harga CPO domestik. Jangan harga internasional untuk nasional," ujar Tulus.

Baca juga: Seberapa Kaya Konglomerat yang Menguasai Minyak Goreng di Indonesia?

Menjual minyak goreng dengan harga mahal di dalam negeri tentunya mencedarai konsumen. Mengingat sejatinya, perusahaan besar juga menanam sawitnya di atas tanah negara melalui skema hak guna usaha (HGU).

Di sisi lain, pemerintah juga banyak membantu pengusaha kelapa sawit dengan membantu membeli CPO untuk kebutuhan biodiesel. Bahkan pemerintah membantu pengusaha sawit swasta dengan mengucurkan subsidi biodiesel besar melalui BPDPKS. 

Soal kenaikan harga karena alasan banyaknya pabrik minyak goreng yang tidak terintegrasi alias tidak memiliki kebun sawit juga tidak masuk akal. 

Ini karena hampir semua pemain besar produsen minyak goreng juga menguasai perkebunan kelapa sawit. Minyak goreng yang diproduksi para pemain besar juga ikut melonjak. 

(Penulis: Elsa Catherina | Editor: Aprillia Ika)

Baca juga: Minyak Goreng Subsidi Rp 14.000 Per Liter Tersedia di E-commerce, Ritel Modern, Pasar Rakyat, hingga 6 Bulan Mendatang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com