Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Defisit APBN 2022 Diproyeksi Lebih Rendah, Ini Sebabnya

Kompas.com - 12/01/2022, 20:10 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah meyakini defisit fiskal di tahun 2022 mampu ditekan hingga 4,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) RI. Defisit ini lebih rendah dari target APBN sebesar Rp 868 triliun atau setara dengan 4,85 persen.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, angkanya bahkan lebih rendah dari realisasi sementara defisit fiskal tahun 2021 sebesar 4,65 persen. Hal ini sejalan dengan arah konsolidasi fiskal sebesar 3 persen di tahun 2023 mendatang.

"Tampaknya akan lebih kecil dari 4,4 persen, bisa 4,3 persen bahkan bisa lebih rendah. Kalau lita performance-nya, sesuai yang kita ekspektasi," kata Febrio dalam Taklimat Media, Rabu (12/1/2022).

Baca juga: Sepanjang 2021, Defisit Fiskal Tembus Rp 783,7 Triliun

Febrio mengungkapkan, rendahnya proyeksi defisit didorong oleh pendapatan negara yang diperkirakan akan meningkat disumbang dari implementasi Undang Undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

UU tersebut mengakomodir reformasi sistem perpajakan, mulai dari kenaikan tarif PPN, kenaikan pajak orang kaya, implementasi program pengungkapan sukarela (tax amnesty jilid II), dan hadirnya mekanisme pajak karbon.

Adapun ketika APBN 2022 disetujui pada bulan September-Oktober 2021, UU HPP belum masuk perhitungan.

"Saat menyusun APBN 2022 di September - Oktober 2021, dalam konteks ini banyak asumsi-asumsi yang belum kami masukkan, seperti UU HPP. Jadi (defisit 4,85 persen) ini belum termasuk hasil reformasi," ucap Febrio.

Di sisi lain, Indonesia ketiban durian runtuh dengan naiknya harga komoditas unggulan yang membuat nilai ekspor dan penerimaan negara naik tinggi.

Dia memproyeksi, kenaikan harga komoditas energi seperti migas dan batu bara diproyeksi masih berlanjut sampai pertengahan tahun 2022. Sementara nikel, kelapa sawit, dan karet akan mengikuti tren pertumbuhan ekonomi dunia.

Dengan demikian, Febrio meyakini konsolidasi fiskal akan berjalan sesuai target, yakni menurunkan defisit di bawah 3 persen pada tahun 2023, sebagaimana mandat Undang Undang Nomor 2 Tahun 2020.

“Kita perbaiki belanja dan perpajakan dengan UU dan perbaiki pembiayaan. Arah menuju konsolidasi fiskal semakin kredibel, kami ingin recovery berkualitas," jelas Febrio.

Baca juga: Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Rokok dan Mandeknya Reformasi Fiskal

Turunnya defisit lantas membuat proyeksi penarikan utang sepanjang 2022 pun bisa lebih rendah. Apalagi Bank Indonesia (BI) bersama pemerintah sepakat berbagi beban (burden sharing) yang berdampak pada penurunan biaya bunga utang yang dibayar pemerintah.

Febrio menilai, kesepakatan lantas membuat rasio kenaikan utang cukup statis (flat), setelah meningkat dari 29 persen menjadi 39-41 persen pada tahun 2020.

"Jadi jangan khawatir, tahun 2022 utangnya juga akan terkendali. Kita tahu kenaikan utang untuk 2020 jelas countercyclical, tapi kemudian 2022 mulai flat, hampir tidak naik lagi. Di situ akan kita lihat peluang untuk lakukan konsolidasi fiskalnya dengan lebih kredibel," tandas Febrio.

Baca juga: Menko Airlangga Yakin Defisit APBN 2021 Lebih Rendah dari Target

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com