Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLKI Heran, Minyak Goreng Tidak Impor, tapi Dijual Pakai Harga Dunia

Kompas.com - 13/01/2022, 10:32 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, tak habis pikir dengan meroketnya harga minyak goreng di negara penghasil sawit terbesar di dunia.

Ia bilang, minyak goreng merupakan produk turunan dari minyak sawit (CPO) yang merupakan produk dalam negeri. Namun anehnya dijual untuk masyarakat di dalam negeri dengan patokan harga global. 

"Kita kan penghasil CPO terbesar, kita eksportir bukan importir, jadi bisa menentukan harga CPO domestik. Jangan harga internasional untuk nasional," ujar Tulus dalam pesan singkatnya dikutip pada Kamis (13/1/2022). 

Menjual minyak goreng dengan harga mahal di dalam negeri tentunya mencedarai konsumen. Mengingat sejatinya, perusahaan besar juga menanam sawitnya di atas tanah negara melalui skema hak guna usaha (HGU).

Baca juga: Ada Minyak Goreng Murah Rp 14.000 Per Liter, di Mana Belinya?

Lahan negara yang diberikan kepada pengusaha sawit swasta lewat HGU sendiri merupakan pengejawantahan UUD 1945 Pasal 33, di mana bumi dan segala kekayaan alam di dalamnya harus dipergunakan untuk kemakmuran masyarakat. 

Di sisi lain, pemerintah juga banyak membantu pengusaha kelapa sawit dengan membantu membeli CPO untuk kebutuhan biodiesel. Bahkan pemerintah membantu pengusaha sawit swasta dengan mengucurkan subsidi biodiesel besar melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Saat harga minyak sawit dunia naik, tak seharusnya pemain besar produsen minyak goreng menjual produknya dengan harga mahal yang membebani masyarakat. 

Soal kenaikan harga karena alasan banyaknya pabrik minyak goreng yang tidak terintegrasi alias tidak memiliki kebun sawit juga tidak masuk akal. 

Baca juga: Seberapa Kaya Konglomerat yang Menguasai Minyak Goreng di Indonesia?

Ini karena hampir semua pemain besar produsen minyak goreng juga menguasai perkebunan kelapa sawit. Minyak goreng yang diproduksi para pemain besar juga ikut melonjak. 

Tandan buah segar kelapa sawitSinar Mas Agribusiness and Food Tandan buah segar kelapa sawit

"Saya curiga ada praktek kartel atau oligopoli. Dalam UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata Tulus.

Kartel sendiri merujuk pada sekelompok produsen yang mendominasi pasar yang bekerja sama satu sama lain untuk meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan menaikan harga, sehingga pada akhirnya konsumen yang dirugikan. 

Mengutip laman Pusat Informasi Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga minyak goreng per kilogramnya dijual di kisaran Rp 19.000 sampai dengan Rp 24.000.

Baca juga: YLKI Endus Aroma Persekongkolan Kartel di Balik Mahalnya Minyak Goreng

Di Gorontalo, harga minyak goreng bahkan menembus Rp 26.450 per kilogramnya. Padahal sebelum melonjak, harga minyak nabati ini berkisar Rp 11.000 hingga Rp 13.000 tergantung kemasannya. 

Sementara secara rata-rata nasional, harga minyak goreng di Indonesia minyak goreng kemasan bermerek adalah Rp 20.900 per kilogram.

Harga rata-rata nasional ini masih lebih mahal dibandingkan Malaysia, Negeri Jiran yang juga produsen sawit terbesar dunia serta memiliki pendapatan per kapita 3 kali lipat lebih tinggi dari Indonesia. 

Kasus kartel minyak goreng di 2009

Dugaan kartel dalam minyak sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Dikutip dari pemberitaan Kontan 4 Juni 2009, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencurigai praktek kartel minyak goreng di pasar Indonesia.

Baca juga: Di Malaysia, Minyak Goreng Dijual Rp 8.500/Kg

Direktur Komunikasi KPPU Ahmad Junaidi saat itu menegaskan, KPPU kini mulai menyelidiki dan sedang mengumpulkan data untuk membuktikan kecurigaannya itu.

KPPU memang layak curiga ada kartel. Sebab, harga minyak goreng lokal sulit turun dan seolah tak berhubungan dengan harga minyak sawit yang menjadi bahan baku utama. 

"Kami terus melakukan monitoring," kata Junaidi kala itu.

Sejak Mei lalu, harga minyak goreng curah di pasar bertahan di kisaran Rp 10.000 per kilogram. Komisis Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU menduga ada kartel oleh delapan perusahaan.

Perusahaan besar tersebut yakni Bukit Kapur Reksa Grup, Musimmas Grup, Sinarmas Grup, Sungai Budi Grup, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I hingga IV, Berlian Eka Sakti, Raja Garuda Mas, dan Salim Grup.

Ilustrasi daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia. Foto area perekbunan sawit PT Permata Putera Mandiri (PPM), anak perushaan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJ) .DOK. Humas ANJ Ilustrasi daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia. Foto area perekbunan sawit PT Permata Putera Mandiri (PPM), anak perushaan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJ) .

Baca juga: Minyak Goreng Mahal Asalnya dari Sawit yang Ditanam di Tanah Negara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com