Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamen BUMN: Langkah Transisi Energi Harus Konkret..

Kompas.com - 14/01/2022, 13:45 WIB
Kiki Safitri,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansyuri mengatakan, perubahan iklim yang ditandai dengan kenaikan suhu global membuat dunia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon. Oleh sebab itu, penting untuk mendorong kebijakan transisi energi hijau yang berkelanjutan, efisien, mudah, terjangkau dan konkret.

Transisi energi yang berkelanjutan tak terelakkan. Hampir semua negara sudah memulai transisi energi hijau dengan bertahap mengurangi energi fosil. Oleh karena itu, langkah transisi energi harus dilakukan konkret, salah satunya melalui roadmap pengembangan energi baru terbarukan (EBT), beserta skema pembiayaannya,” ujar Pahala melalui siaran pers Jumat (14/1/2022).

Pahala mengatakan, mulai 1 April 2022, Indonesia akan mulai mengenakan pajak karbon, sesuai amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pemerintah juga akan mendorong berbagai proyek pembangunan yang sustainable dan hijau.

Baca juga: Ini Strategi PLN Jaga Ketahanan Batu Bara Untuk Cegah Krisis Energi

 

Pihaknya juga mendukung Kementerian BUMN dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang lebih hijau.

“Dalam RUPTL 2021-2030, porsi listrik dengan energi terbarukan (EBT) sebesar 51,57 persen atau setara 20.923 MW,” ujar Pahala.

Pahala mengungkapkan, pemerintah Indonesia memiliki peta jalan transisi energi untuk Indonesia yang tertuang dalam Grand Strategi Energi Nasional. Dalam peta jalan itu, energi baru terbarukan (EBT) ditargetkan mencapai 23 persen pada 2025 dan mencapai 31 persen di 2050 dalam bauran energi.

Karenanya, dalam rangka terciptanya kemandirian energi nasional, dibutuhkan sumber energi lokal terutama energi baru terbarukan seperti geothermal. Sehingga dapat meningkatkan kualitas udara dan mendukung pencapaian target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca nasional. Transisi energi juga harus terus berjalan meskipun masih banyak tantangan yang harus dihadapi.

“Pemerintah akan fokus pada pengembangan panas bumi sebagai porsi terbesar dalam EBT. Kita akan kembangkan geothermal, karena yang menguntungkan di geothermal. Target penurunan emisi dari perusahaan BUMN 85 juta ton CO2,” jelas dia.

Menurut dia, geothermal atau panas bumi, merupakan energi andalan Indonesia karena bisa dijadikan baseload. Biaya penyediaan energinya pun lebih murah dibandingkan EBT yang lain, yakni hanya 7,6-8 sen dollar AS per kWh.

“Bandingkan dengan baterai dari energi surya yang 12 sen dollar AS per kWh, jelas geothermal lebih murah. Sehingga, pemerintah menilai, geothermal punya potensi unik untuk dikembangkan," tambah dia.

Baca juga: Pacu Emisi Nol Karbon 2060, RI Kerja Sama Transisi Energi dengan Jepang

Peningkatan penggunaan geothermal itu juga dinilai akan menekan impor BBM nasional. Sebab, saat ini, konsumsi BBM Indonesia sekitar 1,2 juta barel per hari. Kebutuhan BBM tersebut sebanyak 40 persen dipasok dari impor.

Oleh sebab itu, ia mendorong BUMN mengoptimalkan pengembangan geothermal di wilayah kerjanya sendiri. Apalagi, saat ini baru 9 persen wilayah kerja geothermal yang berproduksi dengan kapasitas hanya 1.900 MW, sehingga masih ada potensi 19 GW.

PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) mengelola 15 wilayah kerja dengan kapasitas 1.877 MW. Dengan rincian 672 MW dioperasikan sendiri dan 1.205 MW merupakan kontrak operasi bersama. Untuk meningkatkan pemanfaatan panas bumi, saat ini PGE sedang mengembangkan teknologi baru dengan menggunakan binary cycle.

“Indonesia memiliki kekuatan sangat besar atas renewable energy, bersumber dari energy hydropower, geothermal, bayu, solar panel, biofuel, arus bawah laut, dan lainnya. Dengan aset besar itu, Indonesia juga tengah mengejar ketersediaan energi baru dan terbarukan. Salah satunya lewat panas bumi yang sangat berlimpah di Tanah Air,” ungkap dia.

Pahala menegaskan, Kementerian BUMN akan terus mendorong BUMN sektor energi memiliki kontribusi terhadap pencapaian dekarbonisasi agar Indonesia yang ditargetkan mampu menurunkan emisi 29 persen pada tahun 2030. Melalui Subholding Pertamina New Renewable Energy (PNRE), Pertamina akan pemimpin transisi energi di Indonesia.

“Harapannya, Subholding PNRE bisa mewujudkan visi sebagai Indonesia Green Energy Champion, mencapai aspirasi kapasitas terpasang 10 GW di 2026. Bukan hanya untuk pembangkit listrik, tapi juga panas bumi yang mampu mengurangi emisi karbon yang mampu meningkakan kualitas lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik,” ujar Pahala.

Kata Pahala, PGE ditargetkan bisa menjadi perusahaan energi hijau kelas dunia (World Class Green Energy Company). Ini memungkinkan karena PGE bisa menjadi tiga pemain besar geothermal dunia dengan potensi energi hijau sangat besar. Pahala mengungkapkan, gerak cepat negara tetangga juga harus menjadi perhatian BUMN agar tak ketinggalan dalam penyediaan energi listrik EBT.

“Untuk itu, dibutuhkan sinergi yang kuat antara PNRE, PGE dan PLN untuk menyediaan kebutuhan energi hijau di dalam negeri, serta mampu menangkap peluang ekspor dengan sumber daya yang melimpah,” tegas Pahala.

Baca juga: Keran Ekspor Batu Bara Kembali Dibuka, Kadin Yakin RI Tak Akan Krisis Energi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Whats New
Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan 'Open Side Container'

Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan "Open Side Container"

Whats New
Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Whats New
Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Whats New
Kemenag Pastikan Guru PAI Dapat THR, Ini Infonya

Kemenag Pastikan Guru PAI Dapat THR, Ini Infonya

Whats New
Harga Emas Antam Meroket Rp 27.000 Per Gram Jelang Libur Paskah

Harga Emas Antam Meroket Rp 27.000 Per Gram Jelang Libur Paskah

Whats New
Kapan Seleksi CPNS 2024 Dibuka?

Kapan Seleksi CPNS 2024 Dibuka?

Whats New
Info Pangan 29 Maret 2024, Harga Beras dan Daging Ayam Turun

Info Pangan 29 Maret 2024, Harga Beras dan Daging Ayam Turun

Whats New
Antisipasi Mudik Lebaran 2024, Kemenhub Minta KA Feeder Whoosh Ditambah

Antisipasi Mudik Lebaran 2024, Kemenhub Minta KA Feeder Whoosh Ditambah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com