Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. H. Mahyudin. ST, MM
Pimpinan DPD

Wakil Ketua DPD- RI periode 2019-2024

Menyoal Kebijakan Larangan Ekspor Bahan Mentah

Kompas.com - 14/01/2022, 17:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMERINTAH Indonesia berencana melarang ekspor bahan mentah produk pertambangan pada tahun 2022 secara bertahap, meliputi bauksit, tembaga, emas lalu timah.

Larangan itu merupakan lanjutan dari kebijakan menyetop ekspor bahan mentah nikel, yang sudah dilakukan sejak tahun 2020, melalui Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pelarangan ekspor bahan mentah itu, merupakan kebijakan berani yang diambil Presiden Joko Widodo (Jokowi) demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Bahkan Presiden memastikan akan tetap menjalankannya, walaupun akan digugat di badan perdagangan internasional (WTO).

Dalam era perdagangan bebas saat ini, berbagai kebijakan pembatasan perdagangan tentu rawan mengalami gugatan.

Dalam kebijakan menyetop ekspor bahan mentah nikel saja, kini Indonesia tengah digugat oleh Uni Eropa per 1 Januari 2020.

Kebijakan pembatasan impor bijih nikel itu dinilai Uni Eropa tidak adil dan berimbas negatif pada industri baja Eropa, karena terbatasnya akses terhadap bijih nikel.

Mengingat Indonesia saat ini tercatat sebagai eksportir nikel terbesar kedua untuk memenuhi permintaan industri baja negara-negara Uni Eropa.

Berbagai keuntungan

Pelarangan ekspor bahan mentah yang rencananya terus diperluas di tahun 2022, juga bisa dikatakan sebagai perubahan paradigma dalam konsep perdagangan luar negeri Indonesia.

Dari yang sebelumnya lebih berorientasi pada ekspor bahan mentah, seperti bahan tambang, kelapa sawit, dan karet, dengan nilai tambah rendah dan sangat mudah dipengaruhi oleh naik turunnya harga komoditas di tingkat global.

Dalam jangka pendek, larangan ekspor bahan mentah memang akan sedikit menurunkan potensi ekspor Indonesia.

Namun dalam jangka panjang, kebijakan tersebut tentu akan jauh memberikan dampak yang positif bagi perekonomian secara keseluruhan.

Dampak positif yang akan didapatkan Indonesia antara lain:

Pertama, memperkuat hilirisasi. Adanya kebijakan menyetop ekspor bahan mentah itu akan berpotensi memperkuat kebijakan hilirisasi yang saat ini tengah berjalan, khususnya di sektor pertambangan.

Hilirisasi ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia, seperti meningkatnya lapangan pekerjaan, serta diikuti dengan peningkatan penerimaan pajak.

Kedua, larangan ekspor barang mentah juga dapat menyehatkan neraca perdagangan Indonesia.

Berkaca dari pelarangan ekspor bijih nikel, yang mengharuskan pengolahannya melalui peleburan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri sejak tahun 2020.

Sehingga memberikan keuntungan berlipat bagi Indonesia, jauh ketimbang sebelumnya yang hanya mengekspor bijih nikel.

Dengan mengolah bijih nikel menjadi feronikel, misalnya, membuat harganya meningkat dari 55 dollar AS per ton menjadi 232 dollar AS per ton, atau memberikan nilai tambah sekitar 400 persen.

Dengan demikian, peluang Indonesia untuk mendapatkan surplus dalam neraca perdagangan menjadi lebih besar.

Bahkan bisa dikatakan, kenaikan neraca dagang Indonesia saat 2021, tidak lepas dari kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah yang digalakkan pemerintah sejak 2020.

Di mana neraca perdagangan selama Januari-November 2021 tercatat surplus 34,32 miliar dolar AS.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat capaian surplus tersebut sebagai yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Dengan angka ekspor yang meningkat year on year 49,7 persen serta angka impor bahan baku dan bahan penolong naik hingga 52,6 persen.

Ketiga, mengoptimalkan sektor industri. Sektor industri selama ini dianggap belum optimal menggerakkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Padahal, jika kita bercermin kepada negara-negara yang telah berhasil menjadi negara ekonomi maju, seperti Jepang, Korea Selatan, China, dan sebagainya, mereka sangat mengoptimalkan industrialisasi.

Selama ini kebijakan industri masih belum dioptimalkan untuk menggerakkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi malah digerakkan oleh sektor-sektor yang rentan terkena krisis ekonomi dan menguras sumber daya alam, dengan nilai tambah yang rendah.

Untuk itu, kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah ini bisa menjadi momentum perubahan dari pola pikir yang hanya menjual kekayaan alam kita, menjadi mengolah sumber daya alam tersebut melalui industri, yang meningkatkan nilai tambah.

Tantangan

Seperti disebutkan, bahwa kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah itu, berpotensi memicu hilirisasi dan mendukung terwujudnya industrialisasi, yang berguna bagi perekonomian nasional.

Namun pengembangan hilirisasi dan industri bahan tambang memerlukan beberapa iklim yang kondusif.

Maka sudah selayaknya kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah itu diikuti dengan beberapa kebijakan, antara lain:

Pertama, pemerintah harus menganggarkan lebih besar untuk penelitian dan pengembangan industri.

Hal tersebut sangat diperlukan untuk pengembangan, desain dan inovasi industri dalam negeri, terkait penguasaan teknologi.

Selain itu, dengan terus berinovasi diharapkan juga bahwa Indonesia dapat mengekspor hasil industri manufaktur dengan produk berteknologi tinggi (high tech) dan dapat berkompetisi di pasar global.

Kedua, pemerintah perlu memberikan insentif dan kemudahan terkait perizinan dan perpajakan, baik kepada pelaku industri, maupun perbankan yang pembiayaan fokus ke Industri yang berorientasi ekspor.

Ketiga, pemerintah juga harus siap dengan berbagai regulasi yang kondusif bagi perkembangan industri, antara lain penyederhanaan izin, kemudahan berusaha, dan pengadaan lahan, dan sebagainya.

Keempat, kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah ini harus dilakukan dengan konsisten, agar menimbulkan kepastian hukum bagi para pelaku ekonomi di sektor pertambangan dan hilirisasi industri tambang.

Jangan sampai, di tengah jalan kebijakan yang sudah bagus ini berubah akibat berbagai bargaining. Sehingga menghasilkan citra buruk di mata dunia usaha.

Kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah yang akan terus diperluas tahun 2022 itu tentunya harus didukung, demi lebih memanfaatkan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) nasional untuk memacu perekonomian nasional.

Sehingga kemajuan ekonomi demi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dapat tercapai. Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com