Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaji Dampak ke PLN, Pemerintah Tahan Penerapan Aturan PLTS Atap

Kompas.com - 17/01/2022, 21:05 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menahan implementasi dari Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan, Permen yang diundangkan pada 20 Agustus 2021 lalu itu, sedang dikaji ulang terkait dampak dari penerapannya.

"Untuk sekarang memang masih kami hold (tahan) Permen 26/2021 ini," ungkapnya dalam konferensi pers virtual, Senin (17/1/2022).

Baca juga: Pertamina Sudah Pasang PLTS di 99 SPBU

Ia mengatakan, kaji ulang Permen 26/2021 tak hanya dilakukan oleh Kementerian ESDM, tapi juga melibatkan kementerian lainnya, seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian serta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

"Kami melalui kantor Setkab (Sekretariat Kabinet) sedang mengkonfirmasi angka-angka yang kita susun, seperti apa nanti pengaruhnya kepada sistem yang ada di PLN," jelas dia.

Dadan mengatakan, finalisasi peninjauan beleid tentang PLTS atap itu akan dibahas rapat koordinasi terbatas (rakortas) yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Namun, ia belum bisa memberikan waktu pasti rapat dilakukan.

"Mudah-mudahan ini akan dilakukan segera untuk memastikan bahwa Permen ini bisa dieksekusi," kata dia.

Ia menjelaskan, setidaknya ada lima poin perubahan terkait PLTS Atap seiring dengan terbitnya Permen 26/2021 dibandingkan aturan sebelumnya di Permen 49/2018.

Pertama, ketentuan ekspor listrik menjadi 100 persen dari semula 65 persen. Artinya PLN wajib untuk membeli 100 persen listrik dari sisa daya PLTS Atap yang tidak terpakai oleh pelanggan.

Baca juga: Pasang PLTS Atap, Pemilik SPBU Bisa Hemat Rp 1 Juta Per Bulan

Kemudian perpanjangan penihilan menjadi 6 bulan dari semula 3 bulan. Hal ini artinya akumulasi selisih antara energi listrik yang diekspor dan diimpor ke atau dari PLN, tagihannya akan dinihilkan per 6 bulan setiap 30 Juni dan 31 Desember.

Kedua, mekanisme pelayanan berbasis aplikasi dan pelayanan menjadi lebih singkat semula 15 hari menjadi 5 hari.

Ketiga, Pelanggan PLTS atap dan pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) dapat melakukan perdagangan karbon.

"Ini sedang dibahas, jadi sedang dikoordinasikan dengan Kemenko Kemaritiman dan Investasi untuk regulasi-regulasi terkait dengan Perpres 98/2021 tentang nilai ekonomi karbon," jelasnya.

Keempat, aturan mengenai PLTS atap diperluas dari yang saat ini hanya pelanggan PLN, tetapi juga ke pelanggan di wilayah usaha non-PLN.

Kelima, membuat pusat pengaduan sistem PLTS atap untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan atas implementasi PLTS atap. Saat ini pusat pengaduan tersebut belum ada.

"Pusat pengaduan ini untuk menerima dan menindak pengajuan dari implementasi PLTS atap," pungkas Dadan.

Baca juga: PLTS Atap Bikin Subsidi Listrik Turun, Tapi Pendapatan PLN Berkurang Rp 5,7 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Unilever Tarik Es Krim Magnum Almond di Inggris, Bagaimana dengan Indonesia?

Unilever Tarik Es Krim Magnum Almond di Inggris, Bagaimana dengan Indonesia?

Whats New
Simak 5 Cara Merapikan Kondisi Keuangan Setelah Libur Lebaran

Simak 5 Cara Merapikan Kondisi Keuangan Setelah Libur Lebaran

Earn Smart
Studi Kelayakan Kereta Cepat ke Surabaya Digarap China, KAI: Kita Enggak Ikut

Studi Kelayakan Kereta Cepat ke Surabaya Digarap China, KAI: Kita Enggak Ikut

Whats New
Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Bisa Berimbas ke Harga Barang Elektronik

Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Bisa Berimbas ke Harga Barang Elektronik

Whats New
Pendaftaran UM-PTKIN 2024 Sudah Dibuka, Ini Link, Jadwal, hingga Alurnya

Pendaftaran UM-PTKIN 2024 Sudah Dibuka, Ini Link, Jadwal, hingga Alurnya

Whats New
Rincian Harga Emas di Pegadaian Hari Ini 23 April 2024

Rincian Harga Emas di Pegadaian Hari Ini 23 April 2024

Spend Smart
Pembentukan Badan Penerimaan Negara Masuk Dokumen Rencana Kerja Pemerintah 2025

Pembentukan Badan Penerimaan Negara Masuk Dokumen Rencana Kerja Pemerintah 2025

Whats New
Neraca Dagang RI Kembali Surplus, BI: Positif Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi

Neraca Dagang RI Kembali Surplus, BI: Positif Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi

Whats New
Sambut Putusan MK soal Sengketa Pilpres, Kadin: Akan Berikan Kepastian bagi Dunia Usaha

Sambut Putusan MK soal Sengketa Pilpres, Kadin: Akan Berikan Kepastian bagi Dunia Usaha

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Niaga hingga BCA

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Niaga hingga BCA

Whats New
Anjlok Rp 18.000 Per Gram, Simak Harga Emas Antam Hari Ini 23 April 2024

Anjlok Rp 18.000 Per Gram, Simak Harga Emas Antam Hari Ini 23 April 2024

Spend Smart
IHSG Awal Sesi Tancap Gas, Rupiah Malah Melemah

IHSG Awal Sesi Tancap Gas, Rupiah Malah Melemah

Whats New
Harga Emas Dunia Anjlok, Ini Penyebabnya

Harga Emas Dunia Anjlok, Ini Penyebabnya

Whats New
Bahan Pokok Hari Ini 23 April 2024: Harga Tepung dan Telur Naik, Daging Sapi dan Ayam Turun

Bahan Pokok Hari Ini 23 April 2024: Harga Tepung dan Telur Naik, Daging Sapi dan Ayam Turun

Whats New
Reksadana RDPT adalah Apa? Ini Pengertian dan Keuntungannya

Reksadana RDPT adalah Apa? Ini Pengertian dan Keuntungannya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com