Melonjaknya harga minyak goreng ini pun disinyalir adanya dugaan kartel. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menduga ada praktik kartel di balik meroketnya minyak goreng di Indonesia.
Ketua Pengurus Harian YLKI,Tulus Abadi, menyebutkan ada beberapa indikasi perilaku kartel di balik kenaikan harga minyak goreng di negara pengekspor sawit terbesar dunia ini.
"Saya curiga ada praktek kartel atau oligopoli. Dalam UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata Tulus saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (12/1/2022).
Tulus menilai indikasi kartel paling tampak dari lonjakan harga minyak goreng, adalah kenaikan harga minyak secara serempak dalam waktu bersamaan. Di sisi lain, selama ini minyak goreng yang beredar di pasaran juga dikuasai oleh segelintir perusahaan besar.
"Kalau kartel pengusaha bersepakat, bersekongkol menentukan harga yang sama sehingga tidak ada pilihan lain bagi konsumen," terang Tulus.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan membantah dugaan adanya kartel minyak goreng. "Tidak ada indikasi ke arah kartel," ujar Oke saat dihubungi Kompas.com, Kamis (13/1/2022).
Oke menjelaskan mahalnya harga minyak goreng dipengaruhi oleh mahalnya harga crude palm oil (CPO) dunia yang naik menjadi 1.340 dollar AS per metrik ton (MT). Oleh sebab itu lanjut dia, untuk menjaga stabilitas harga di pasar, pemerintah akan menyalurkan minyak goreng subsidi yang dibanderol Rp 14.000 per liter pada pekan kedua Januari 2022.
Sementara itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melihat ada sinyal kartel dibalik mahalnya harga minyak goreng belakangan ini.
Komisioner KPPU Ukay Karyadi mengatakan, kartel tersebut terlihat dari kompaknya para produsen CPO dan minyak goreng yang menaikkan harga minyak goreng.
"Ini dinaikan juga relatif kompak, baik di pasar tradisional, di ritel modern, di pabrik perusahaan menaikkan bersama-sama walaupun mereka masing-masing memiliki kebun sawit sendiri-sendiri. Perilaku ini bisa dimaknai sebagai sinyal apakah ini terjadi kartel karena harga, tapi ini secara hukum harus dibuktikan," ujar Ukay dalam konferensi pers virtual, Kamis (20/1/2022).
Menurut Ukay, dugaan kartel ini berkaitan dengan terintegrasinya produsen CPO yang juga memiliki pabrik minyak goreng. Dia menjelaskan, jika CPO-nya milik sendiri, harga minyak goreng tidak naik secara bersama-sama.
"Tadi sudah dijelaskan produsen CPO mana yang tidak memiliki pabrik minyak goreng, mereka kan awalnya produsen CPO. Masing-masing memiliki kebun kelapa sawit sendiri, supply ke pabrik minyak gorengnya," kata Ukay.
Selain itu Ukay juga mengatakan, pasar industri minyak goreng di Indonesia cenderung mengarah ke struktur yang oligopoli. KPPU mencatat dalam data consentration ratio (CR) yang dihimpun pada 2019, ada empat industri besar tampak menguasai lebih dari 40 persen pangsa pasar minyak goreng di Indonesia.