JAKARTA, KOMPAS.com - Mengawali tahun 2022, harga komoditas diprediksi akan mengalami koreksi, mengingat sejumlah isu yang mempengaruhi kondisi global. Selain itu seluruh komoditi berjangka juga turut mengambil peran dalam pergerakan harga komoditi.
Menurut Vice President of Research and Development ICDX, Isa Djohari, koreksi harga akan dipengaruhi oleh perkembangan krisis energi karena musim dingin di Eropa, perkembangan kasus Covid-19 yang berdampak pada sektor transportasi dan travel, serta pergantian musim yang berpengaruh pada sektor pertanian.
“Secara umum, perdagangan komoditi 2022 global masih akan dipengaruhi oleh perkembangan Covid-19. Dampak Covid-19 terhadap perdagangan komoditi terkait dengan para pekerja dari komoditas tersebut,” kata Isa secara virtual, Selasa (25/1/2022).
Baca juga: Nilai Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditas ICDX Capai Rp 6.900 Triliun di 2021
Isa mengungkapkan, ketika terjadi outbreak dan diberlakukan pembatasan-pembatasan yang kemudian akan berdampak pada pengurangan pekerja, maka kegiatan produksi menurun ataupun gangguan distribusi. Hal tersebut yang kemudian akan mempengaruhi harga komoditas.
Isa mengatakan, ICDX terus berupaya untuk meningkatkan transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi salah satunya dengan meluncurkan kontrak baru. Pada 2021 lalu, ICDX telah mendapatkan persetujuan BAPPEBTI untuk mengeluarkan kontrak produk karet yang direncanakan akan launching pada 2022.
Baca juga: ICDX dan ICH Kantongi Izin Bappebti Selenggarakan Pasar Fisik Emas Digital
“Kontrak karet yang nantinya akan ditransaksikan adalah produk turunan dari karet alam, yaitu SIR 20. Dari sisi harga, komoditi karet ini akan banyak dipengaruhi oleh minyak bumi. Jika harga minyak bumi tinggi, maka harga karet sintetis akan naik,” ungkap Isa.
Namun di sisi lain, karena 70 persen produksi karet dunia digunakan untuk manufaktur ban kendaraan, jika terjadi penurunan produksi di sektor otomotif juga akan mempengaruhi harga karet.
Baca juga: Jelang Tutup Tahun, ICDX Catat Rekor Transaksi Timah Lebih dari Rp 13 Triliun