"Jadi bukan tuduhan karena kita bukan eranya saling menuduh. Tapi, mesti ada fakta yang diberikan," ucap dia.
Baca juga: PKPU Garuda Indonesia Masuki Proses Pra-verifikasi Utang
Sosok Emirsyah Satar adalah eks pejabat Garuda yang sebelumnya juga telah tersangkut kasus korupsi. Emirsyah Satar saat ini diketahui masih mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung.
Ia divonis 8 tahun penjara usai dinyatakan bersalah karena menerima suap senilai Rp 49,3 miliar dan melakukan pencucian uang dengan total Rp 87,46 miliar.
"Kami serahkan bukti-bukti audit investigasi, jadi bukan tuduhan, sudah bukan lagi era menuduh, tapi mesti ada fakta yang diberikan," ujar Erick Thohir.
Selain itu, Erick menyatakan, laporan tersebut tidak bertujuan untuk menghukum oknum di lingkungan BUMN, tetapi sebagai upaya memperbaiki tata administrasi secara menyeluruh di Kementerian BUMN.
Baca juga: Korupsi Gerogoti Garuda, Dulu Terbangkan 200-an Pesawat, Kini Sisa 35 Pesawat
Karena itu, Erick menegaskan bahwa sudah saatnya oknum-oknum yang ada di lingkungan BUMN dibersihkan.
"Saya rasa sudah saatnya memang oknum-oknum yang ada di BUMN harus dibersihkan. Inilah memang tujuan kita terus menyehatkan dari pada BUMN tersebut," tegas dia.
Dikutip dari Antara, proyek pengadaan pesawat ATR 72-600 melalui leasing atau lessor merupakan pengembangan kasus lama yang terjadi pada zaman mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar.
Pada 2013, maskapai pelat merah itu menggarap proyek pengadaan 35 unit pesawat ATR 72-600 untuk melayani penerbangan jarak dekat di berbagai daerah di Indonesia.
Baca juga: Garuda Indonesia Pangkas 2.400 Karyawan Sepanjang Pandemi
Kala itu, perseroan mendatangkan pesawat ATR 72-600 untuk melayani rute-rute penerbangan jarak tempuh kurang dari 900 mil laut, karena pesawat itu diklaim punya kapabilitas untuk menjangkau bandara-bandara kecil dengan landasan pacu kurang dari 1.600 meter.
Namun, seiring berjalannya waktu perseroan lantas mengembalikan pesawat tersebut kepada pihak lessor karena dianggap kurang cocok beroperasi di Indonesia.
Selain itu diduga, ada upaya penggelembungan (mark up) penyewaan pesawat Garuda Indonesia yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Pengadaan pesawat ATR tersebut masuk dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) Tahun 2009-2014 perseroan. Di mana pembiayaan untuk mendatangkan pesawat dilakukan dalam beberapa skema.
Baca juga: PKPU Diperpanjang 60 Hari, Garuda Indonesia Siapkan Rencana Perdamaian Lebih Matang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.