KEDUA kebijakan yang disebut pada judul karangan ini sebetulnya dua hal yang berbeda.
Keduanya dibuat oleh dua instansi yang tidak sama; yang pertama dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan, sedangkan yang kedua diluncurkan oleh Kementerian Perhubungan.
Namun, entah bagaimana keduanya ‘bertemu’ di lapangan.
Padahal, besar kemungkinannya kedua belah pihak tidak janjian terlebih dahulu dalam melahirkan dua aturan tersebut.
Peraturan Menteri Perdagangan (Pemendag) No. 21 Tahun 2021 secara umum mengatur tentang segala hal terkait importasi.
Aturan ini sebetulnya merupakan serial atau keberlanjutan dari Permendag dengan isu yang sama yang dikeluarkan oleh Kemendag sejak 2018.
Perubahan paling banyak pada aspek nomenklatur saja, sementara substansi yang diregulasi relatif ajeg.
Permendag pertama dari serial itu, No. 118 Tahun 2018, nomenklaturnya ‘Ketentuan Impor Barang dalam Keadaan Tidak Baru’.
Pada 2019, Kemendag mengeluarkan Permendag baru bernomor 76 yang merevisi aturan sebelumnya dan diberi judul ‘Perubahan Atas Permendag No. 118 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Barang dalam Keadaan Tidak Baru’.
Baru pada 2021, instansi ini mengeluarkan lagi Permendag dengan nomenklatur berbeda, yakni Permendag No. 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Kendati berbeda judul, semua aturan tersebut ada mengatur tentang kapal, dalam hal ini pengadaannya melalui importasi.
Pada obyek yang diatur oleh ketiga Permendag itulah penulis menggunakan kata ‘bertemu’ dengan kebijakan pelarangan reflag out yang dibuat oleh Kemenhub.
Menariknya, kendati kedua kebijakan dibuat dalam sekat institusional masing-masing, ternyata ia saling menguatkan.
Dalam semua Permendag yang disebutkan sebelumnya, importasi kapal harus mendapatkan Persetujuan Impor (PI) dari Kemendag.
Dan, untuk mendapatkannya harus dengan melampirkan terlebih dahulu bukti pergantian bendera kapal berupa Surat Tanda Kebangsaan dan Surat Ukur Sementara dari Kemenhub.