JAKARTA, KOMPAS.com - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mengungkapkan ada 3 kendala utama dalam pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Kendala itu harus dilalui agar target beroperasi di Juni 2023 bisa terlaksana.
"Ada kendala proyek yang paling besar yaitu pendanaan, pandemi Covid-19, dan teknis konstruksi," ujar Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR RI, Senin (7/2/2022).
Ia menjelaskan, dalam hal pendanaan, 4 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mendapat penugasan pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tak bisa memberikan modal secara penuh akibat kondisi keuangan perusahaan yang terdampak pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, masalah ini ditangani dengan pemerintah menyuntikan dana melalui penyertaan modal negara (PMN) kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI untuk menutup kekurangan setoran modal. Hal ini sekaligus mengganti leading sponsor dari sebelumnya PT Wijaya Karya (Persero) Tbk ke KAI.
Baca juga: Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Resmi Didanai APBN Rp 4,3 Triliun
Sebagai informasi, KCIC merupakan perusahaan patungan antara konsorsium BUMN, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian China, Beijing Yawan HSR Co.Ltd dengan skema business to business (B2B).
"Setoran modal KAI kepada KCIC lewat PSBI telah dilakukan pada 31 Desember 2021 dan akan diikuti pula oleh Beijing Yawan," kata Dwiyana.
Baca juga: Siapa yang Akan Menanggung Utang Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung?
Menurutnya, setoran modal tersebut akan digunakan untuk pembayaran sewa barang milik negara (BMN) Rumija Tol dan pengganti investasi PT PLN (Persero) karena harus merelokasi sejumlah tower saluran udara tegangan tinggi (SUTT).
Selain itu, untuk investasi clearance peralatan Telkomsel untuk implementasi GSM-R, serta pembayaran ke kontraktor, konsultan supervisi, asuransi, hingga pajak.
Baca juga: Uji Coba Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dimulai November Tahun Ini