Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Pernah Diprotes soal Penahanan JHT pada 2015, Kasusnya Mirip

Kompas.com - 12/02/2022, 18:55 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah mengeluarkan aturan baru bahwa jaminan hari tua atau JHT baru bisa cair saat peserta memasuki usia 56 tahun. Padahal sebelumnya, JHT bisa langsung cair pada saat peserta resign, kena PHK, atau tak lagi menjadi WNI.

Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Jika ditilik ke belakang, upaya pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menahan dana JHT milik pekerja hingga usia pensiun sebenarnya pernah dilakukan di tahun 2015 silam alias di periode pertamanya.

Aturan JHT di 2015

Heboh penolakan perubahan skema pencairan JHT itu terjadi pada Juli 2015. Hampir sama dengan polemik JHT yang terjadi saat ini, saat itu pemerintah juga mengeluarkan aturan bahwa pencairan JHT bisa dilakukan apabila pekerja sudah memasuki usia 56 tahun.

Baca juga: JHT Ditahan sampai Usia 56 Tahun, Buruh Marah: Uang Milik Sendiri

Kebijakan yang diberlakukan serentak sejak 1 Juli ini membuat banyak peserta yang hendak mencairkan dana JHT harus gigit jari. Akibat perubahan yang dinilai kurang sosialisasi tersebut, sempat terjadi kericuhan di sejumlah kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan.

Saat itu, para pekerja yang sudah membawa dokumen lengkap dan berharap bisa mendapatkan dana JHT, justru harus pulang dengan tangan hampa mengetahui adanya perubahan aturan pencairan. 

Dalam aturan yang diteken Presiden Joko Widodo pada 29 Juni 2015, perubahan dilakukan pada syarat tenggat waktu peserta bisa mencairkan JHT, sementara, besaran iuran tetap sama yakni 5,7 persen per bulan dari gaji yang dipotong.

Aturan pencairan JHT di tahun 2015 tersebut didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No 46 Tahun 2015. PP ini sendiri merupakan implementasi dari UU No 40 Tahun 2004 yang diteken saat era Presiden Megawati.

Baca juga: Aturan Outsourcing, Warisan Megawati yang Diperbarui Jokowi

Dalam aturan yang lama, JHT bisa diambil penuh jika peserta sudah terdaftar selama 5 tahun 1 bulan di BPJS Ketenagakerjaan. Syaratnya adalah keluar dari kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.

Sementara, dalam aturan yang dirilis di 2015, syarat pencairan JHT adalah minimal 10 tahun terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.

Peserta bisa dapat sebagian dana JHT tanpa perlu keluar dari peserta BPJS Ketenagakerjaan, tapi jumlahnya hanya 10 persen dari saldo untuk persiapan pensiun, dan 30 persen untuk pembiayaan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) rumah pertama.

Namun, jika peserta ingin menarik seluruh saldo JHT, peserta harus sudah dinyatakan berumur 56 tahun.

Belakangan, aturan pencairan JHT yang dibatasi hanya maksimal 10 persen ini kemudian direvisi setelah mendapatkan penolakan keras dari berbagai pihak, terutama para serikat buruh.

Baca juga: 124.000 Orang Teken Petisi Online Tolak Klaim JHT Cair di Usia 56 Tahun

Pemerintah revisi aturan JHT

Dikutip dari Kontan, setelah revisi aturan karena penolakan buruh, BPJS Ketenagakerjaan menjamin seluruh pencairan dana JHT seluruh peserta dapat dicairkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Hal tersebut merujuk PP Nomor 46 tahun 2015 mengenai Jaminan Hari Tua dan revisinya PP nomor 60 tahun 2015.

Kala itu, Kepala Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan, Abdul Cholik, mengatakan melalui ketentuan tersebut masyarakat tidak perlu khawatir maupun panik karena sudah dijamin undang-undang. Dia juga menegaskan proses pencairan JHT tidak memiliki batasan waktu.

"Kami menghimbau masyarakat untuk tidak perlu ketakutan jika dananya tidak cair karena undang-undang menjamin hal tersebut (pencairan dana). Masyarakat juga kami harap tidak mudah percaya terhadap isu atau informasi yang tidak jelas mengenai proses pencairan jaminan BPJS Ketenagakerjaan khususnya JHT," ujarnya dalam keterangan tertulis, 3 September 2015.

Baca juga: Berlaku Mei 2022, Ini Syarat Klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan Terbaru

Cholik menjelaskan, bahwa berdasarkan PP 46 tahun 2015, JHT merupakan sistem tabungan hari tua yang besarnya merupakan akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. JHT ini, lanjutnya, dapat dicairkan saat pekerja mencapai usia 56 tahun atau meninggal dunia atau cacat total tetap.

"Pemilihan umur 56 tahun, karena tahap itu merupakan masa mulai tidak produktif bekerja, kita di sini hadir untuk membantu mereka dalam mempersiapkan dana bagi masa tua nya." jelasnya.

Selain itu, manfaat JHT juga dapat diambil saat kepesertaan mencapai 10 tahun dengan besaran 10 persen untuk persiapan hari tua atau 30 persen untuk pembiayaan perumahan. Pencairan manfaat pada kepesertaan 10 tahun tersebut hanya dapat dipilih salah satu, baik untuk persiapan hari tua ataupun pembiayaan perumahan.

"Program JHT ini tidak hanya bisa digunakan sebagai persiapan hari tua, tetapi juga untuk pembiayaan perumahan. Jadi ketika kita sudah pensiun sebelum mencapai usia 56 dan tetap ingin memiliki rumah, dana tersebut bisa diambil dari tabungan JHT kita", ujarnya.

Baca juga: Kisah Parni Kuliahkan Anaknya dari Simpanan JHT

Berbeda dengan tabungan biasa, tabungan JHT ini memang program yang dipersiapkan untuk masa tua. "Namanya juga untuk masa tua, jadi ya harus diambilnya pada saat sudah tidak bekerja lagi atau berusia 56 tahun," jelasnya.

Namun berbeda untuk pegawai yang di PHK atau berhenti bekerja. Mereka bisa mengambil seluruh tabungan JHT setelah 1 bulan masa PHK atau berhenti bekerja.

Jadi tidak harus menunggu 10 tahun atau usia 56, sesuai dengan PP 60 tahun 2015 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 19 tahun 2015.

Baca juga: KSPI Sebut Aturan Baru Pencairan JHT Sangat Kejam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com