Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wujudkan Industri Hijau melalui Percepatan Transisi Energi Bersih dan Digitalisasi Pengelolaan Energi

Kompas.com - 18/02/2022, 14:03 WIB
Alek Kurniawan,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Peningkatan elektrifikasi perlu dibarengi dengan percepatan transisi energi bersih dari sumber energi terbarukan dan digitalisasi pengelolaan energi yang lebih cerdas.

Dengan begitu, pencapaian target pengurangan emisi karbon pemerintah Indonesia pada 2030 dapat terealisasi.

Sebagai tiga besar penyumbang gas rumah kaca (GRK), sektor industri dapat menjadi motor penggerak bagi sektor lain untuk segera mengambil langkah proaktif menuju pembangunan ekonomi hijau dengan net-zero emission.

Hal itu dikatakan oleh Business Vice President Industrial Automation Schneider Electric Indonesia and Timor Leste Martin Setiawan pada Diskusi Media dari Schneider Electric bertajuk “Transisi Energi Bersih Menuju Pembangunan Industri Hijau”, Kamis (17/2/2022).

Baca juga: Schneider Electric Luncurkan Sustainability Framework untuk Capai Keberlanjutan Industri Data Center

“Kami juga menekankan perlunya pelaku industri membuat sustainability framework yang holistik dan terukur,” ujar Martin.

Dunia masa depan yang sustainable, menurut Schneider Electric adalah dunia yang berbasis listrik dan digital atau dikenal dengan istilah electricity 4.0.

“Listrik menawarkan cara tercepat, teraman, dan paling hemat biaya untuk mewujudkan dekarbonisasi. Sementara, teknologi digital membangun masa depan yang cerdas dengan mendorong efisiensi dan menekan pemborosan energi,” ujarnya.

Sebagai informasi, lebih dari 60 persen energi yang dihasilkan oleh sektor industri terbuang sia-sia. Penyebabnya, efisiensi sering diabaikan. Padahal, langkah ini merupakan salah satu cara tercepat untuk mengurangi konsumsi energi.

Pemerataan akses energi bersih

Pemanfaatan listrik berbasis sumber energi baru terbarukan (EBT) yang didukung dengan teknologi digital pun bisa menjadi solusi terbaik dalam penyediaan dan pemerataan akses energi bersih hingga ke daerah terpencil.

Selain itu, listrik berbasis EBT juga dapat membantu pengelolaan lebih efisien dan sustainable, mengurangi emisi karbon, serta meningkatkan ketahanan energi.

Dalam hal sumber EBT, pemerintah Indonesia pada dasarnya telah mencanangkan pembangunan infrastruktur, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Baca juga: Schneider Electric dan Kemendikbud Ristek Jalin Kerja Sama Perkuat Kompetensi SDM Vokasi Indonesia

Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Usaha Aneka EBT, Direktorat Jenderal (Ditjen) Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Mustaba Ari Suryoko mengatakan bahwa pemerintah Indonesia terus mendorong pembangunan infrastruktur, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

“Pemerintah telah menyiapkan road map untuk mendorong peningkatan industri serta pembangunan infrastruktur PLTS yang tertuang di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030,” kata Mustaba.

Dalam RUPTL tersebut, lanjutnya, pemerintah menargetkan pembangkit listrik berbasis EBT mencapai 51,6 persen.

Selain itu, Kementerian ESDM akan mengembangkan secara bertahap PLTS Atap sebesar 3,6 gigawatt (GW) hingga 2025.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com