Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Perubahan Iklim, BI: Indonesia Sangat Diberkahi dan Beruntung...

Kompas.com - 18/02/2022, 18:45 WIB
Fika Nurul Ulya,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Gubenur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengungkapkan, Indonesia termasuk negara yang sangat beruntung ketika ancaman perubahan iklim (climate change) di depan mata.

Pasalnya, Indonesia justru bisa menjaring investasi dari kesadaran global terhadap perubahan iklim. Transisi energi terbarukan dari energi fosil mendatangkan kesempatan baru karena RI kaya akan sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan.

"Indonesia sangat diberkahi dan sangat beruntung. Dari segi geografis, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar yang telah menjadi peluang hidup bagi ekonomi untuk bertransformasi menjadi ekonomi dan keuangan yang berkelanjutan," kata Destry dalam seminar side event G20 Indonesia di Jakarta, Jumat (18/2/2022).

Baca juga: Ancaman Perubahan Iklim Bisa Lebih Besar dari Pandemi, Sri Mulyani Tagih Komitmen Negara G20

Destry mengungkapkan, Indonesia memiliki 4.400 sungai yang teridentifikasi berpotensi menghasilkan energi sebesar 24.000 megawatt (MW). Lalu, ada pula pembangkit listrik tenaga angin dengan potensi hingga 100 gigawatt (GW), serta panas bumi dengan potensi energi hingga 23,76 GW.

Inilah yang membuat pergeseran tren dari energi fosil ke energi terbarukan menciptakan dan membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan produktivitas ekonomi.

Hal ini pula yang membuat Presiden COP26, Alok Sharma, sempat mengatakan, Indonesia dapat menjadi negara adidaya dalam hal investasi hijau bila memanfaatkan sumber daya untuk energi terbarukan.

Baca juga: Perubahan Iklim Ancam Sektor Pertanian Indonesia

"Jika Indonesia mengoptimalkan potensi tersebut, pertumbuhan PDB diproyeksikan akan bertambah lagi sekitar 0,6-1,1 persen per tahun. Itu menurut perhitungan Bappenas dan IFC tahun 2019," sebut Destry.

Asal tahu saja, komitmen dunia untuk menangani perubahan iklim terjadi lantaran dampaknya yang sangat besar bagi manusia. Apalagi, biaya penanganan perubahan iklim lebih besar dibanding biaya penanganan krisis global 2008 bahkan pandemi Covid-19.

Hal ini tergambar dari biaya penanganan masalah cuaca ekstrim yang telah mencapai 5,1 triliun dollar AS dalam 20 tahun terakhir.

Beberapa analis bahkan memprediksi, suhu bumi akan melonjak 3,2° C dan PDB global akan menyusut sampai 80 persen jika dunia tidak mengambil tindakan apapun. Adapun jika mengambil tindakan, dampaknya akan lebih kecil.

"Jika target Perjanjian Paris (Paris Agreement tercapai, dengan kenaikan suhu maksimum di bawah 2° C, kerugian PDB global akan terbatas hingga 4 persen," jelas Destry.

Sementara di dalam negeri, Indonesia sudah mengembangkan beberapa produk pembiayaan berkelanjutan untuk mengatasi perubahan iklim, termasuk obligasi hijau (green bond) dan obligasi syariah hijau (green sukuk).

Berdasarkan catatan BI, obligasi hijau telah tumbuh secara eksponensial. Penerbitannya mencapai sekitar 40 miliar dollar AS di tahun 2020 dan diproyeksikan mencapai 260 miliar dolar AS antara 2021-2023.

"Hal ini diharapkan mampu mengurangi emisi karbon pada tahun 2030 dan emisi nol bersih pada tahun 2060. Seperti yang disebutkan sebelumnya, konsistensi pelaksanaan kebijakan akan menambah pertumbuhan PDB hingga 1,1 persen," tandas Destry.

Baca juga: Luhut Ungkap 4 Jurus Pemerintah RI Melawan Dampak Perubahan Iklim

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com