Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI: Transisi Energi Terbarukan Butuh Dana Rp 50.000 Triliun Per Tahun

Kompas.com - 21/02/2022, 07:24 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, transisi energi terbarukan dari energi fosil membutuhkan biaya fantastis. Jumlahnya mencapai 3,5 triliun dollar AS atau sekitar Rp 50.050 triliun (kurs Rp 14.300) per tahunnya.

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan, biaya penanganan perubahan iklim lebih besar dibanding biaya penanganan krisis global 2008 bahkan pandemi Covid-19.

Untuk penanganan cuaca ekstrem saja, nilainya menyentuh 5,1 triliun dollar AS dalam 20 tahun terakhir. Jumlah ini setara dengan Rp 72.930 triliun.

Baca juga: Biaya Investasinya Mahal, Pemerintah Bakal Selektif Pilih Pengembangan Energi Terbarukan

"Badan Energi Internasional memperkirakan transisi rendah karbon dapat membutuhkan sekitar 3,5 triliun dolar AS dalam investasi sektor energi setiap tahun untuk kasus ini. Jumlah ini dua kali lipat dari tarif yang berlaku saat ini," kata Destry dalam seminar Building a Resilient Sustainable Finance, dikutip  Senin (21/2/2022).

Kendati demikian, penanganan pandemi mesti segera dilakukan. Jika tak ditangani, ada beberapa ancaman yang menunggu, seperti cuaca ekstrem, krisis air bersih, kebakaran hutan, dan gangguan lingkungan lainnya.

Lebih jauh, berpotensi mengganggu stabilitas moneter dan sistem keuangan.

Menutut studi dari Swiss Institut, suhu bumi akan meningkat sebesar 3,2 derajat Celcius dan menghilangkan potensi PDB global sebesar 80 persen jika tidak mengambil langkah apapun.

Adapun sebaliknya jika target Paris Agreement dicapai masing-masing negara, kenaikan suhu maksimum bisa ditekan dari 3,2 derajat Celcius menjadi 2 derajat Celcius dan penyusutan PDB terbatas menjadi 4 persen.

"Dan untuk mengendalikan perubahan iklim dan mengurangi risiko bencana alam lebih lanjut, upaya besar mesti diambil dan realokasi modal besar-besaran diperlukan dengan mewakili peluang risiko yang belum pernah terjadi sebelumnya," jelas Destry.

Saat ini kata Destry, negara-negara di dunia sudah menyadari pentingnya transformasi hijau secara global. Hal ini dipresentasikan dalam COP26 pada November 2021, di mana para pemimpin dunia sepakat perubahan iklim harus ditanggapi dengan serius.

Dalam pertemuan tersebut, seluruh negara harus berkontribusi mengurangi emisi gas rumah kaca menjadi nol bersih (net zero emission) pada tahun 2050.

"Untuk menangani masalah serius ini, perlu desain keuangan berkelanjutan," jelas Destry.

Baca juga: Wujudkan Industri Hijau melalui Percepatan Transisi Energi Bersih dan Digitalisasi Pengelolaan Energi

Di bawah keketuaan Indonesia dalam G20, implementasi peta jalan keuangan berkelanjutan G20 akan fokus pada tiga topik utama yang dianggap kritis.

Pertama, mengembangkan kerangka kerja untuk transisi keuangan dan meningkatkan kredibilitas maupun komitmen lembaga keuangan. Kedua, meningkatkan instrumen keuangan berkelanjutan dengan fokus pada aksesibilitas dan keterjangkauan.

Lalu ketiga, membuat kebijakan yang mampu mendorong pembiayaan dan investasi yang mendukung transisi.

"Dan kerangka kebijakan ini dirancang dengan baik, dijalankan dengan baik, serta tepat sasaran, sehingga mampu membawa masyarakat publik maupun swasta untuk berkolaborasi mengatasi krisis iklim di masa depan," tandas Destry.

Baca juga: Realisasi Bauran Energi Terbarukan Tidak Capai Target

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com