Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Punya Potensi Besar di Industri Halal Tanah Air, Analis Menilai BSI Perlu Jadi Entitas Sendiri

Kompas.com - 23/02/2022, 12:15 WIB
Kiki Safitri,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagai lokomotif ekonomi dan keuangan syariah di tanah air, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) dinilai perlu memperkuat statusnya sebagai Bank Syariah agar posisinya lebih dari sekedar entitas anak usaha.

Seperti diketahui BSI lahir pada 1 Februari 2021 atas inisiasi Kementerian BUMN melalui penggabungan dari anak usaha tiga bank syariah milik Himbara yaitu PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BNI Syariah, dan PT Bank BRIsyariah Tbk.

Kelahiran BSI, juga disambut positif oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dengan harapan BSI mampu menjadi bank syariah yang universal. Artinya, terbuka, inklusif, menyambut baik siapapun yang ingin menjadi nasabah agar menjangkau lebih banyak masyarakat di Tanah Air.

Baca juga: Ditopang Segmen Konsumer, Pembiayaan BSI Capai Rp 171,29 Triliun pada 2021

“Persiden menitipkan harapan besar pada BSI mengingat potensi besar akan pertumbuhan ekonomi syariah. Namun, BSI masih memiliki satu kelemahan utama. Yaitu masih berstatus sebagai anak usaha bank BUMN. Padahal untuk melebarkan sayap, status BSI harus lebih kuat dari sekadar anak usaha,” kata pengamat ekonomi dan perbankan Binus University Doddy Ariefianto melalui siaran pers, Rabu (23/2/2022).

Doddy menjelaskan, status BSI sebagai anak usaha tiga Bank BUMN akan membuatnya sulit menentukan arah bisnis secara mandiri. Padahal, pada dasarnya bank syariah harus lepas dari bayang-bayang bank konvensional untuk berkembang lebih cepat.

Oleh sebab itu, Doddy menilai penting bagi BSI menjadi entitas sendiri. Dengan begitu, BSI dapat memperkuat diri melalui kemitraan yang solid dengan organisasi kemasyarakatan yang memiliki basis Islam yang kokoh.

“Saya pikir BSI harus menjadi entitas sendiri, kalau negara ini serius mengembangkan ekonomi syariah. Dengan begitu juga akan mempermudah bisnis pembiayaan BSI dan memperluas akses terhadap nasabah maupun debitur baru,” kata Doddy.

Baca juga: Tumbuh 38,45 Persen, Laba Bersih BSI Capai Rp 3,02 Triliun Sepanjang 2021

Doddy menjelaskan, ada banyak potensi di industri halal di Indonesia dengan nilai kurang lebih mencapai Rp 4.375 triliun. Dari total nilai tersebut, Industri makanan dan minuman halal menyedot porsi terbanyak yaitu senilai Rp 2.088 triliun disusul aset keuangan syariah senilai Rp 1.438 triliun.

“Target pengembangan bank syariah ini harus bisa membidik sektor produktif. Saat ini banyak bisnis halal, mulai dari hijab, kosmetik, hingga makanan dan minuman,” kata Doddy.

Doddy pun menambahkan, sebagai bank syariah terbesar di Indonesia, BSI juga memiliki tugas berat untuk memperkuat citra bank yang menawarkan produk perbankan sesuai dengan prinsip syariah. Artinya BSI harus sekuat tenaga menjaga kredibilitas bahwa bank syariah adalah sebuah bisnis yang mengedepankan moral.

Secara terpisah, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno mengatakan, untuk memperkuat BSI agar perannya semakin terasa adalah dengan meningkatkan kompetensi.

“Kompetensi pengelola akan menentukan sesuatu hidup dalam jangka panjang atau tidak. Dengan kompetensi yang mumpuni, pengelola BSI akan lebih mendorong efisiensi. Terlebih saat ini persaingan industri perbankan berada di ruang digital,” kata Hendrawan.

Sebagai informasi, saat ini BSI menguasai lebih dari 40 persen aset perbankan syariah di tanah air. Per Desember 2021 bank ini membukukan aset senilai Rp 265,29 triliun, naik 10,73 persen year on year (yoy) atau secara tahunan. Capaian ini lebih baik dibandingkan dengan industri perbankan yang menorehkan pertumbuhan aset 8,27 persen secara yoy.

Baca juga: Strategi BSI Akselerasi Perbankan Syariah: Perkuat IT Hingga Tingkatkan Literasi

Pertumbuhan aset BSI sepanjang 2021, disokong oleh penyaluran pembiayaan yang naik 9,32 persen secara tahunan menjadi Rp 171,29 triliun. Secara rinci, pembiayaan ritel melesat 12,62 persen yoy menjadi Rp 121,91 triliun, sedangkan pembiayaan wholesale tumbuh secara konservatif atau 2,31 persen yoy, menjadi Rp 49,38 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com