Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bambang Trihatmodjo Merasa Heran Ditagih Utang Sri Mulyani

Kompas.com - 24/02/2022, 11:24 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bambang Trihatmodjo beberapa kali menyatakan tetap menolak klaim tagihan utang dari pemerintah yang dialamatkan kepadanya. Utang tersebut bermula dari dana talangan pemerintah saat gelaran SEA Games XIX Tahun 1997 di Jakarta.

Saat gelaran olahraga di penghujung rezim Orde Baru itu, Bambang Trihatmodjo merupakan Ketua Konsorsium Swasta Mitra Penyelengggara (KMP) yang ditunjuk pemerintah menjadi penyelenggara gelaran olahraga antar-negara ASEAN di Jakarta.

Konsorsium mempunyai tugas antara lain menyediakan dana untuk penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997. Kementerian Sekretariat Negara, menyebutkan saat itu rupanya konsorsium swasta kekurangan dana sehingga harus ditalangi oleh pemerintah.

Disebutkan, negara saat itu harus menalangi kekurangan dana dari pihak konsorsium swasta atau KMP sebesar Rp 35 miliar yang akhirnya menjadi utang yang terus ditagih pemerintah hingga saat ini.

Baca juga: Ini Penyebab Aset Sitaan BLBI dari Tommy Soeharto Tidak Laku Dilelang

Bambang Trihatmodjo melalui kuasa hukumnya, Shri Hardjuno Wiwoho, mempertanyakan motif politik dibalik mencuatnya kasus dana talangan ini.

Sebab pesta olahraga ini digelar pada 1997 lalu. Bahkan, laporan pertanggungjawaban kegiatan ini sudah disampaikan sejak lama.

"Namun anehnya, kenapa baru tahun 2017 dipersoalkan? Ini kan pesta olahraga tahun 1997," tanya Hardjuno dikutip dari Tribunnews, Kamis (24/2/2022).

Hardjuno berharap penagihan kepada KMP SEA Games XIX tahun 1997 diselesaikan secara bijaksana dan elegant mengingat pesta olahraga tersebut merupakan kepentingan Negara RI.

Baca juga: Gurita Bisnis Grup Salim, Penguasa Minyak Goreng Indonesia

"Dicermati dari sisi filosofis, sosiologis dan politisnya bukan hanya secara yuridis murni. Untuk itu, proses pencarian hukum harus di lihat juga secara progresif dengan berani membuat terobosan dalam menjalankan hukum di Indonesia dan tidak hanya dibelenggu oleh pikiran positivistis dan legal analytical," kata dia.

Sebagaimana diketahui, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Bambang Trihatmodjo terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam kasus dana talangan SEA Games XIX tahun 1997. Pihak Bambang sendiri menyatakan menghormati putusan MA tersebut.

Diklaim salah alamat

Sebelumnya, Hardjuno Wiwoho mengungkapkan, tagihan utang dari pemerintah pusat kepada kliennya dinilai tidak tepat alias salah sasaran.

Menurut Hardjuno, pemerintah seharusnya menagih utang secara langsung ke PT Tata Insani Mukti (TIM) yang menjadi konsorsium swasta penyelenggara SEA Games 1997. Dia bilang, kliennya tidak memiliki saham sepeser pun di PT TIM.

Baca juga: Tolak Bayar Utang ke Pemerintah, Pihak Bambang Trihatmodjo Beberkan Kronologinya

Perusahaan tersebut dimiliki PT Perwira Swadayarana milik Bambang Riyadi Seogomo dan PT Suryabina Agung milik Enggartiasto Lukito yang merupakan mantan Menteri Perdagangan.

Diungkapkan Hardjono, kepemilikan perusahaan bisa dibuktikan dari akta pendirian perusahaan, maupun sususan direksi dan komisarisnya.

Lebih lanjut Hardjuno menjelaskan, kliennya tidak bisa dimintai pertanggungjawaban sebagai individu terkait posisinya sebagai Ketua KMP SEA Games 1997. Sebab yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban adalah institusi badan hukum, yaitu PT TIM.

"Yang menjadi subjek KMP itu adalah PT TIM. Ini yang keliru dipahami. Kalau ada masalah antara Setneg dan konsorsium, di mana Pak Bambang sebagai Ketua Konsorsium maka PT TIM yang dimintai tanggung jawab," ungkapnya.

Baca juga: Lawan Sri Mulyani, Bambang Trihatmodjo Tolak Bayar Utang ke Pemerintah

Karenanya, pembebanan tanggung jawab hukum kepada kliennya sangat tidak adil. Terlebih, sebagai Ketua KMP SEA Games-1997, kliennya sudah menugaskan penyelenggaraan SEA Games kepada Ketua Pelaksana Harian, Bambang Riyadi Soegomo.

"Jangan sampai kesannya, semua penyelenggaraan SEA Games ada di tangan Bambang Trihatmodjo sebagai penanggungjawab. Yang pasti, Ketua Konsorsium sudah memberikan kuasa kepada Ketua Harian untuk menyelenggarakan SEA Games," ujarnya.

Menurut Hardjuno, biaya penyelenggaraan SEA Games 1997 tadinya sebesar Rp 70 Miliar, kemudian dalam perjalanannya terus membengkak hingga mencapai Rp156 miliar.

Justru, kata dia, negara masih berhutang sebesar Rp 86 miliar untuk perhelatan negara SEA Games 1997 lalu. Karena KMP yang diketuai Bambang Trihatmodjolah yang menyelesaikan kekurangan dana tersebut.

Baca juga: Babak Baru Kasus Tunggakan Utang Bambang Trihatmodjo Lawan Sri Mulyani

Sebagai catatan, SEA Games 1997 lalu menelan biaya Rp 156 miliar. Sementara dana talangan pemerintah yang diambil dari dana reboisasi hanya Rp 35 miliar.

"Kok hari gini mau menagih uang recehan non-APBN? Kan aneh. Kasus SEA Games 1997 ini sudah tenang, kok tiba-tiba digali dari kuburnya. Mestinya, ada kekurangan dana yang mesti kita minta ke pemerintah,” kata dia.

Kasus tagihan utang ini sempat berujung pencekalan ke luar negeri kepada Bambang Trihatmodjo. Permohonan pencekalan diajukan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada Imigrasi Kemenkum HAM.

Terus ditagih

Kementerian Keuangan menyebut terus mengejar utang anak Presiden ke-2 RI Soeharto, Bambang Trihatmodjo.

Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain (PNKNL) Kemenkeu, Lukman Efendi mengatakan, penagihan piutang dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca juga: Gurita Bisnis Bambang Trihatmodjo, Putra Presiden Soeharto yang Dicekal Pemerintah RI

"Mengenai Bambang Tri, sepanjang dia masih belum lunas kita tagih menurut peraturan yang berlaku, sesuai perundang-undangan," kata Efendi dalam bincang DJKN secara virtual, beberapa waktu lalu.

Kendati demikian, Lukman belum merinci detail perkembangan pembayaran utang tersebut. Pasalnya utang Bambang Trihatmodjo diurus oleh KPKNL Jakarta I.

"Sekarang sedang ditindaklanjuti oleh KPKNL Jakarta I dan ternyata penagihan-penagihan jalan terus. Apakah sudah ada angsuran setelah itu, kita belum cek lagi," sebut Lukman.

Sebelumnya, Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Tri Wahyuningsih menyebut, penagihan utang dilakukan usai gugatan Bambang terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ditolak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Tercatat, Bambang sempat melayangkan gugatan ke PTUN terkait keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Nomor 108/KM.6/2020 tanggal 27 Mei 2020 tentang Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian ke Luar Wilayah RI terhadap Sdr. Bambang Trihatmodjo dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara.

Baca juga: Kronologi Utang Bambang Trihatmodjo ke Negara yang Berujung Pencekalan

Gugatan diajukan karena Bambang keberatan dengan pencekalan ke luar negeri oleh Imigrasi Kemenkum HAM atas permohonan Kemenkeu tersebut. Sayangnya, PTUN menolak gugatan Bambang dan penagihan utang pun tetap berjalan seperti biasa.

"Jadi proses berjalan seperti biasa, penagihan kembali," ucap Tri Wahyuningsih beberapa waktu lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com