JAKARTA, KOMPAS.com - Industri asuransi syariah bukukan kinerja apik sepanjang tahun 2021. Tercatat, aset industri asuransi syariah mencapai Rp 43,68 triliun pada kuartal-III 2021.
Meski demikian, penetrasi asuransi syariah masih kalah dibandingkan dengan asuransi konvensional. Padahal, potensi asuransi ini terbilang besar mengingat sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam.
Sebenarnya, apa yang membedakan asuransi syariah dan asuransi konvensional?
Baca juga: Pengertian Mudharabah dalam Pembiayaan Bank Syariah
Dari segi perusahaan, asuransi konvensional menempatkan perusahaan asuransi agar mendapat keuntungan maksimal.
Lain daripada itu, asuransi syariah menempatkan perusahaan hanya untuk mengelola dana tanpa hak memiliki.
Dikutip dari Manulife.co.id, perbedaan mendasar antara asuransi syariah dan asuransi konvensional (Non-Syariah) adalah dari konsep pengelolaannya.
Asuransi syariah punya konsep pengelolaan sharing risk. Sedangkan, asuransi konvensional konsepnya transfer risk.
Sharing risk merupakan konsep yang memiliki tujuan tolong menolong melalui investasi aset. Dalam asuransi syariah hal tersebut lebih dikenal dengan tabarru'.
Konsep ini memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu menggunakan akad yang sesuai syariah. Proses pengelolaannya diwakilkan ke perusahaan asuransi syariah dengan imbalan ujrah.
Sementara, asuransi konvensional memiliki konsep transfer risk. Artinya, peserta mendapat perlindungan dalam bentuk pengalihan risiko ekonomis atas kondisi tertentu seseorang yang dipertanggungkan ke perusahaan asuransi.
Dengan kata lain, peserta asuransi konvensional akan ditanggung risiko ekonomisnya oleh perusahaan asuransi.
Selain dua perbedaan mendasar tersebut, ada beberapa perbedaan praktis antara proteksi syariah dan konvensional yang perlu diketahui masyarakat.
1. Kontrak/perjanjian/akad
Kontrak pada asuransi konvensional yaitu kontrak pertanggungan oleh perusahaan asuransi kepada peserta asuransi. Sementara, dalam asuransi syariah dikenal dengan jenis akad hibah.
Sesuai dengan syariat Islam, akad ini berarti tolong menolong atau saling menanggung risiko di antara peserta.
2. Kepemilikan dana
Asuransi konvensional lewat perusahaan mengelola dan menentukan dana perlindungan nasabah yang berasal dari pembayaran premi per bulan.
Sementara, asuransi syariah menerapkan kepemilikan dana bersama. Jadi, ketika ada peserta yang mengalami musibah, peserta lain akan membantu melalui himpunan dana tabarru'. Ini merupakan bagian dari prinsip sharing of risk.
Baca juga: Aplikasi Bank Jago Syariah Resmi Diluncurkan, Apa Saja Keunggulannya?
3. Surplus Underwriting
Produk asuransi konvensional tidak mengenal surplus underwriting.
Surplus Underwriting adalah selisih lebih dari pengelolaan risiko underwriting dana tabarru'. Jumlah tersebut akan dikurangi dengan santunan, reasuransi, dan cadangan teknis. Surplus underwriting ini akan dikalkulasi dalam satu periode tertentu.
Nantinya, surplus ini akan dibagikan ke peserta sesuai dengan fitur produk yang disepakati.
4. Memiliki Dewan Pengawas Syariah
Perusahaan Asuransi Syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah untuk mengawasi pemenuhan prinsip syariah dari lembaga keuangan syariah.
5. Tidak melakukan transaksi yang dilarang dalam keuangan syariah
Asuransi syariah pasti terhindar dari unsur maysir (untung-untungan), gharar (ketidakjelasan), dan riba dan risywah (suap).
6. Halal
Investasi berbentuk tabarru' dilakukan sesuai syariat Islam, sehingga portofolio investasi hanya akan melibatkan instrumen yang halal saja.
Baca juga: Butuh Perlindungan Diri? Ini 5 Tips Memilih Asuransi Jiwa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.