Bila kini mereka diberi hak mengelola terminal kendaraan, jelas hal itu pengalaman baru bagi mereka.
Mereka harus merekrut tenaga kerja untuk menjalankan terminal, memasarkan jasa, berurusan dengan otoritas pemerintahan dan lain sebagainya. Bisa-bisa pusing kepala mereka dibuatnya.
Di samping itu, karena merupakan bagian dari grup Toyota, ada kemungkinan pabrikan merek lain akan enggan mengapalkan kendaraan mereka melalui terminal kendaraan Patimban dengan alasan tidak akan mendapat prioritas pelayanan.
Last but not least, Toyota belum tentu akan memindahkan pengapalan produknya sepenuhnya ke Patimban.
Perusahaan pasti akan menghitung dengan cermat untung-rugi menggunakan pelabuhan ini walaupun operatornya masih ‘saudara’ sendiri.
Di sisi lain, terminal kendaraan yang dioperasikan oleh cucu usaha PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), IKT nama bekennya, memiliki prospek yang cerah.
Modal utamanya adalah pengalaman panjang sebagai operator terminal dan tidak berada di bawah atau dalam grup pabrikan kendaraan manapun.
Ia sepenuhnya independen. Sehingga, tidak ada halangan psikis apapun dalam melayani pengguna jasa.
Saat ini IKT melayani hampir semua produsen otomotif di Indonesia. Yang teranyar adalah layanan transshipment atau alih muat.
Dilaporkan media, PT Indonesia Kendaraan Terminal (IKT) melakukan alih muat 503 unit CBU merek Hyundai dan KIA, 8 unit excavator, dan spareparts sebanyak 16 packages dari MV Glovis Solomon.
Kapal ini datang dari Pelabuhan Batangas, Filipina, untuk kemudian bertolak ke Pelabuhan Singapura.
Muatan itu dialihkan ke MV Grand Aurora sebanyak 290 unit CBU merek Hyundai dan KIA. Kegiatan ini yang pertama oleh IKT.
Baik PICT dan IKT memiliki masa depan yang cerah sebagai operator terminal kendaraan nasional.
Kendati jalan yang harus ditempuh perusahaan asal Jepang masih cukup panjang sebagai terminal kendaraan dalam negeri.
Sementara itu, IKT dapat terus memperkuat posisinya sebagai transshipment hub di kawasan.