Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Rusia-Ukraina Diprediksi Bikin Indonesia Untung, Harga Batu Bara hingga Nikel Bakal Melambung

Kompas.com - 28/02/2022, 11:55 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia sebagai negara yang kaya komoditas dinilai memiliki posisi strategis atas konflik geopolitik antara Rusia-Ukraina.

Sejumlah pengamat pasar modal memproyeksikan hal tersebut akan mendorong optimisme harga komoditas, pasar modal dan ekonomi di tanah air.

Baca juga: 10 Saham Paling Cuan Sepekan, Ada Emiten Pertambangan dan Energi

Nikel

Founder of Forum Saham, Tape Trader8 & Beta Trader Yuzha Sha menjelaskan, tulang punggung ekspor dari Rusia adalah komoditas. Mulai dari minyak, gas, batu bara, hingga barang mineral hasil olahan tambang seperti tembaga, berlian dan emas.

Konflik geopolitik Rusia-Ukraina mendorong kekhawatiran menipisnya pasokan nikel dunia.

Dia mengatakan, pada 2021 ekspor nikel Rusia menurun 66,5 persen menjadi 45.400 ton dari 135.000 ton pada tahun sebelumnya. Sedangkan Indonesia adalah salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia.

Baca juga: Usai Larangan Ekspor Nikel dan Bauksit, Timah dan Tembaga Menyusul Pada 2023

Menurut data badan survei geologis Amerika Serikat (AS) atau US Geological Survey, produksi nikel Indonesia mencapai 1 juta metrik ton pada 2021 atau menyumbang 37,04 persen nikel dunia.

“Ini akan menjadi salah satu potensi yang menjadikan ekonomi Indonesia hebat kembali. Sebagai contoh untuk nikel hanya ada beberapa country yang mempunyai jutaan ton di dalamnya. Belum ada yang bisa menggantikan energi semurah coal. Jadi memang ini menarik terutama untuk komoditi baik itu nikel, coal, copper, aluminium dan lain-lain,” ujar Yuzha dalam acara Investment Talk bertema Ekonomi Indonesia Hebat, yang digelar secara daring oleh D 'ORIGIN Financial & Business Advisory dan IGICO Advisory, Minggu (27/2/2022).

Baca juga: Dampak Konflik Rusia-Ukraina di Indonesia, Harga BBM Bisa Naik, Juga Elpiji dan Listrik

Batu bara

Di sisi lain, karena konflik dengan Ukraina, Rusia tengah menghadapi sanksi boikot ekonomi dari dunia internasional yang tentunya mengganggu ekspor negeri Beruang Merah tersebut.

Sehingga pasokan komoditas dari Rusia kepada dunia perlu digantikan oleh negara-negara pesaingnya. Salah satunya untuk batu bara adalah Indonesia.

Menurutnya, kondisi ekonomi global akan lebih baik jika konflik (invasi Rusia ke Ukraina) segera berakhir. Karena hal itu dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi global pasca terhantam pandemi.

Baca juga: Indonesia Bakal Lenyapkan Semua PLTU Batu Bara pada Tahun 2056

Yuzha menyebutkan, ke depan investor pun harus memperhatikan faktor lain, yakni pada 2025 Uni Eropa menetapkan kebijakan nir-karbon. Seperti diketahui, batu bara selalu menjadi kontroversi ketika terkait emisi.

“Analisa saya, komoditas memang akan berjaya tetapi potensi akan ada yang sunset komoditas terutama untuk fuel. Sementara nikel, sebagai alternatif-alternatif komoditas yang telah menjadi bagian dari hidup kita dalam penggunaan handphone, smart card dan lain lain mempunyai potensi untuk mendorong produksi dan otomatis mendorong super siklus komoditas terjadi,” urainya.

Baca juga: Ekonomi Pulih, Indonesia Balik Jadi Negara Berpenghasilan Menengah Atas Pada 2022

Harga emas dan harga sawit mentah

Dengan pertumbuhan itu, akan mendorong inflasi karena masyarakat lebih konsumtif sehingga membutuhkan banyak uang beredar. Dengan tingginya kebutuhan cadangan emas negara, tentunya akan mengatrol harga logam mulia.

Sementara minyak sawit mentah atau CPO, akan sangat bergantung pada ketentuan dari Eropa dan mengikuti harga minyak mentah.

Mendekati level Commodity Boom 2010-2011?

Senior Portfolio Manager of Samuel Aset Manajemen Agung Ramadoni mengatakan, hampir semua harga komoditas dalam kurun satu tahun terakhir meningkat cukup tajam, mendekati level commodity boom pada 2010-2011. Namun hal ini perlu dicermati lebih dalam akankah berkelanjutan atau tidak.

Dia menilai, hal tersebut bergantung pada oil capital expenditure (capex) dari mayoritas perusahaan minyak di dunia. Oleh karena itu, untuk mestimulus mayoritas perusahaan minyak dunia mengeluarkan capex secara progresif, kondisi politik global harus lebih stabil dengan berhentinya konflik di Eropa.

Baca juga: Indonesia Malah Diuntungkan dari Perang Rusia–Ukraina? Ini Penjelasannya

“Sejauh ini capex mereka dibandingkan dengan 2011 atau 2014 masih terbilang jauh. Dari segi inventory masih sangat rendah. Baik dari copper, nikel, aluminium, dan timah masih terbilang rendah. Masih in early stage bagi commodity price saat ini. Jadi kita tunggu,” ujarnya.

Meski demikian, Agung melihat ekonomi dalam negeri dengan penuh optimisme. Misalnya di sektor ritel yang mulai ada perbaikan sejak 2020 lalu yang jatuh akibat terhantam pandemi. Dari perbankan, likuiditas melimpah dengan tingkat kredit bermasalah yang terkendali.

Hal itu pun mendorong ekonomi pulih lebih baik. Sehingga terlihat dari penjualan produk otomotif dan properti yang meningkat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Whats New
Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Whats New
Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Whats New
Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com