Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

China Tetap Untung meski Kereta Cepat Jakarta-Bandung Balik Modal 40 Tahun

Kompas.com - Diperbarui 02/03/2022, 08:38 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mengusulkan harga tiket Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau KCJB sebesar Rp 150.000 hingga Rp 300.000, sesuai dengan hasil studi yang dilakukan oleh Polar Universitas Indonesia.

Dengan asumsi harga tiket sebesar itu, balik modal diperkirakan mencapai 40 tahun. Itu pun dengan asumsi keterisian jumlah penumpang terpenuhi. Dengan kata lain, perkiraan balik modal bisa lebih panjang. 

KCJB akan dilayani oleh 68 kereta per hari dengan 11 trainset kereta. Nantinya, transportasi canggih itu juga akan melewati empat stasiun.

Sekadar informasi, mega proyek tersebut diperkirakan memakan biaya investasi hingga Rp 113,9 triliun. Jumlah tersebut meleset dari perhitungan awal sebesar Rp 84,3 triliun. Investasi ini juga melampaui perkiraan investasi yang ditawarkan Jepang sebelumnya.

Terlepas dari lamanya masa balik modal dan tingginya biaya investasi, China tetap akan diuntungkan dari proyek tersebut. Berikut sederet alasannya:

Baca juga: Siapa yang Akan Menanggung Utang Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung?

1. Keuntungan bunga utang

Menilik ke belakangan, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung sebenarnya pertama kali diajukan Jepang. Negeri Sakura itu menawarkan proposal pembangunan ke pemerintah Jokowi melalui Japan International Cooperation Agency (JICA).

Saking seriusnya menawarkan proyek tersebut, JICA bahkan telah menggelontorkan modal sebesar 3,5 juta dollar AS sejak 2014 untuk mendanai studi kelayakan.

Nilai investasi kereta cepat berdasarkan hitungan Jepang mencapai 6,2 miliar dollar AS, di mana 75 persennya dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun.

Belakangan di tengah lobi Jepang, tiba-tiba saja China muncul dan melakukan studi kelayakan untuk proyek yang sama. Hal itu rupanya mendapat sambutan baik dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2014-2019, Rini Soemarno.

Baca juga: Sederet Alasan Jonan Menolak Proyek Kereta Cepat Saat Jadi Menhub

Rini bahkan menandatangani nota kesepahaman kerja sama dengan Menteri Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi China Xu Shaoshi pada Maret 2016.

China kemudian menawarkan nilai investasi yang lebih murah, yakni sebesar 5,5 miliar dollar AS dengan skema investasi 40 persen kepemilikan China dan 60 persen kepemilikan lokal, yang berasal dari konsorsium BUMN.

Dari estimasi investasi tersebut, sekitar 25 persen akan didanai menggunakan modal bersama dan sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 2 persen per tahun.

Terlebih, meski utang tidak ditanggung lagsung pemerintah, utang tersebut nantinya akan dibebankan kepada perusahaan BUMN Indonesia yang terlibat dalam konsorsium tersebut.

Baca juga: Kilas Balik Kereta Cepat: Ditolak Jonan, Kini Mau Pakai Duit APBN

Sesuai dengan rencana awalnya yakni menggunakan skema business to business, maka utang akan ditanggung oleh konsorsium yang di dalamya terdapat beberapa perusahaan BUMN yang terlibat yakni PT KAI (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PTPN.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com