Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Perang Rusia-Ukraina, Harga Pupuk Berpotensi Naik, Pangan Bisa Makin Mahal

Kompas.com - 01/03/2022, 14:29 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta menilai, pemerintah perlu mengantisipasi kenaikan harga pupuk dan gandum di dalam negeri akibat perang Rusia-Ukraina.

Perang tersebut dikhawatirkan mengganggu ketersediaan beberapa komoditas pangan penting dan komoditas lain yang harganya fluktuatif di pasar internasional.

“Konflik ini akan berpengaruh besar pada harga pangan di Indonesia dan Indonesia harus segera mencari sumber gandum dan pupuk baru secepatnya, untuk membatasi kenaikan harga pangan,” ujar Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta kepada Kompas.com, Selasa (1/3/2022).

Baca juga: Harga LPG Dunia Meroket Imbas Perang Rusia-Ukraina, Jadi Momentum Terbitnya Aturan Kompor Listrik

Krisna memaparkan, berdasarkan Data dari UN Comtrade menunjukkan, Ukraina memasok sekitar 23,51 persen gandum Indonesia pada 2020. Tidak hanya Ukraina, Rusia pun memiliki hubungan perdagangan pangan yang cukup erat dengan Indonesia.

Tercatat juga sebanyak 15,75 persen pupuk impor Indonesia datang dari Rusia. Rusia juga tercatat membeli sekitar 5 persen produk minyak nabati dari Indonesia.

Seperti yang diketahui Rusia adalah salah satu eksportir utama minyak bumi, gas alam, dan barang tambang dunia. Sementara Ukraina adalah salah satu eksportir utama gandum.

Sebagai penghasil gas alam dan potash, Rusia juga merupakan produsen pupuk yang cukup besar.

Krisna menilai sanksi yang diberikan oleh Amerika Serikat ke Rusia akan mengakibatkan terganggunya suplai bahan makanan dan energi.

"Tentu hal ini akan memperparah tren inflasi global ke depannya," kata Krisna.

Baca juga: Rubel Anjlok ke Level Terendah Sepanjang Sejarah, Warga Rusia Ramai-ramai Tarik Uang di Bank

Sebelum perang pecah antara kedua negara, ketahanan pangan global sudah dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti pandemi Covid-19 dan perubahan iklim, yang menyebabkan penurunan jumlah produksi dan ketidakpastian musim tanam.

Krisna juga menilai, perubahan iklim telah memengaruhi perubahan cuaca yang tidak menentu, peningkatan suhu udara dan kekeringan. Tiga hal ini yang ikut berkontribusi pada melemahnya ketahanan pangan.

Bahkan, kondisi itu dinilai juga mempersulit petani dalam menentukan waktu tanam yang tepat, mengakibatkan gagal panen dan kelangkaan pangan di waktu mendatang.

Oleh sebab itu menurut Krisna, pembahasan mengenai perubahan iklim akan menjadi semakin relevan karena meningkatnya kerawanan pangan justru akan berakibat kepada konflik dan migrasi besar-besaran dalam jangka panjang.

Namun perang Rusia-Ukraina dinilai akan menggeser urgensi menyelesaikan masalah iklim.

“Konflik global akan memberikan tantangan terhadap inflasi, terutama produk pangan dan energi. Indonesia harus memanfaatkan G-20 untuk bersama-sama membangun rantai nilai yang lebih resilient atau tahan banting dan membatasi meluasnya dampak perang Rusia-Ukraina,” pungkasnya.

Baca juga: AS Beri Sanksi Baru ke Rusia, Harga Minyak Dunia Naik Jadi 100,99 Dollar AS Per Barrel

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com