Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

BPS Prediksi Produksi Padi Januari–April 2022 Naik 7,7 Persen

Kompas.com - 02/03/2022, 14:01 WIB
Dwi NH,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan produksi padi pada periode Januari-April 2022 mendatang diperkirakan atau diprediksi naik 7,7 persen atau setara 14,63 juta ton.

Hasil produksi tersebut lebih unggul 1,05 juta ton jika dibandingkan periode Januari–April 2021 yang sebesar 13,58 juta ton.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto mengatakan bahwa semua perhitungan tersebut dilakukan melalui metode kerangka sample area (KSA).

Adapun pengamatannya sudah memakai teknologi sistem informasi geografi (SIG).

Seperti diketahui, kenaikan produksi padi tak bisa dilepaskan dari kenaikan potensi luas panen. Pada Januari–April 2022, luas panen berpotensi mencapai 4,81 juta hektar (ha).

Baca juga: Ada Erupsi Semeru hingga Cuaca Ekstrem pada 2021, Panen Padi Terganggu, Produksi Beras Turun 0,14 Juta Ton

"Angka tersebut kami hitung berdasarkan metode KSA. Hasilnya potensi luas panen mencapai 4,81 juta ha atau naik 0,38 juta ha dibanding periode yang sama 2021. Secara persentase kenaikan ini mencapai 8,58 persen," ujar Setianto dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (2/3/2022).

Selain padi, BPS juga mencatat produksi beras di Indonesia pada 2021 mengalami penurunan sebesar 0,45 persen dari produksi pada 2020 yang mencapai 31,5 juta ton.

Menurut Setianto, penurunan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya bencana alam dan kekeringan yang cukup panjang.

"Antara lain terjadi kemarau yang lebih tinggi pada Agustus dan September 2021 dan karena bencana atau musibah banjir di awal tahun, serta adanya erupsi gunung Semeru dan serangan hama di beberapa tempat," katanya.

Baca juga: Serangan Hama Wereng di Jombang Diprediksi Turunkan Hasil Panen

Lebih lanjut Setianto menjelaskan, penurunan produksi beras selama 2021 juga disebabkan peralihan tanaman padi ke tanaman lain yang terjadi selama Agustus dan September 2021.

Pada periode tersebut, ada banyak petani memanfaatkan lahan kering sebagai tempat berkebun.

"Akibat kemarau mereka lalu beralih karena terjadi kekurangan air. Kekeringan memang berdampak luas terhadap panen padi dan hasilnya jauh lebih rendah dibandingkan bulan yang sama di tahun sebelumnya," imbuh Setianto.

Selain itu, lanjut dia, curah hujan yang cukup tinggi juga menyebabkan banyak tanaman padi rusak. Hal ini berdampak pada luas panen di sepanjang Oktober hingga Desember 2021.

Baca juga: Cuaca Buruk, Hama Wereng Serang Puluhan Hektar Tanaman Padi di Jember

"Penyebab lainnya yaitu intensitas curah hujan yang cukup tinggi di akhir 2021 sehingga berdampak pada luas panen di sepanjang Oktober - Desember 2021," kata Setianto.

Meski demikian, ia mengungkapkan bahwa beberapa provinsi tetap mengalami kenaikan hasil panen, seperti yang terjadi di Sulawesi Selatan (Sulsel), Jawa Tengah (Jateng), dan Papua.

Hasil panen di Sulsel mencapai 382,17.000 ton gabah kering giling atau meningkat 8,12 persen. Sementara itu, hasil produksi di Jateng mencapai 129,49.000 ton atau 1,36 persen.

"Dan Papua sebesar 120,28.000 ton atau 72,46 persen," ujar Setianto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com