NEW YORK, KOMPAS.com - Beragam sanksi ekonomi yang diberikan negara-negara barat membuat Rusia terancam default alias wanprestasi dalam membayar surat utangnya. Sanksi itu membuat pasar saham Rusia ditutup, dan perusahaan melarikan diri dari Rusia.
Teranyar, Bank Dunia menghentikan program pendanaan terhadap Rusia dan Belarusia.
"Sanksi yang dikenakan pada Rusia telah secara signifikan meningkatkan kemungkinan default obligasi pemerintah Rusia," kata ahli strategi pasar negara berkembang JPMorgan dalam sebuah catatan dikutip dari CNN Business, Kamis (3/2/2022).
Baca juga: Mengenal SWIFT, Sanksi Ekonomi yang Merepotkan Jutaan Warga Rusia
JPMorgan menyatakan, Rusia mungkin memiliki uang tunai untuk membayar utangnya. Bank Sentral Rusia tercatat memiliki cadangan internasional senilai 643 miliar dollar AS.
Namun, JPMorgan berpendapat, sanksi yang dilontarkan oleh Amerika Serikat (AS) pada entitas pemerintah Rusia, menghadirkan rintangan tinggi bagi Rusia untuk melakukan pembayaran obligasi di luar negeri.
Misalnya, sanksi terhadap bank sentral Rusia dan pengecualian beberapa bank Rusia dari SWIFT, akan berdampak pada kemampuan Rusia mengakses mata uang asing untuk membayar utang.
Menurut Capital Economics, sanksi itu pun mempersulit Rusia mengakses cadangan dan uang tunai dari pendapatan ekspor. Sedikitnya, ada setengah dari cadangan internasional Rusia akan terkena dampaknya.
Adapun sebagian besar sisanya berupa emas, yang mungkin tidak mudah dikonversi menjadi uang tunai.
"Ini akan menjadi default logistik daripada kurangnya dana," kata kepala investasi di Bleakley Advisory Group, Peter Boockvar.
JP Morgan mencatat, Rusia memiliki pembayaran utang lebih dari 700 juta dollar AS yang akan jatuh tempo pada bulan Maret 2022 ini. Sebagian besar memiliki masa tenggang 30 hari.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.