Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imbas Perang Rusia-Ukraina, Dollar AS Menguat ke Level Tertinggi sejak 2020

Kompas.com - 07/03/2022, 10:42 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

Sumber CNN

JAKARTA, KOMPAS.com - Mata uang dollar AS tercatat mengalami penguatan karena imbas perang Rusia dan Ukraina. Karena ketidakpastian akibat invasi Rusia, dollar AS ditimbun investor mengingat instrumen ini menjadi mata uang paling aman untuk dipegang.

Mengacu data Bloomberg, mata uang rupiah tercatat melemah 0,16 persen pagi ini. Nilainya naik menjadi Rp 14.410 per dollar AS atau melemah 23,5 poin dari penutupan Rp 14.386 per dollar AS.

Dikutip dari CNN, Senin (7/3/2022), dollar AS sepanjang pekan lalu naik ke level tertinggi sejak musim semi 2020 karena kekhawatiran investor terhadap ekonomi global dan pasar keuangan akibat konflik di kedua negara itu.

Baca juga: Ini 4 Faktor yang Mempengaruhi Harga Emas

Para investor memutuskan untuk melepas mata uang euro dan menggantinya dengan dollar AS. Alasannya, negara-negara eropa dekat sekali dengan konflik Rusia-Ukraina.

"Pasar Eropa sama sekali tidak menarik saat ini hanya karena eksposur geografis mereka ke Ukraina dan Rusia," kata ahli strategi ING Francesco Pesole dikutip dari CNN Business.

Selain di mata uang, hal serupa juga terjadi di pasar saham. Saham-saham AS terlihat lebih diminati dibanding saham eropa sejak invasi Rusia. Alasannya pun sama, AS lebih terisolasi dari perang dibanding negara blok eropa.

Baca juga: Naik Rp 8.000, Harga Emas Antam Capai Rp 1.013.000 Per Gram

Tak ayal, harga gas alam di eropa mencapai rekor tertinggi pekan lalu karena kekhawatiran adanya hambatan ekspor energi dari Rusia.

Di sisi lain, tingginya mata uang dolar AS mendapat dorongan kuat dari bank sentralnya. Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan, bank sentral berencana mulai menaikkan suku bunga di akhir bulan ini.

Suku bunga yang lebih tinggi akan membantu menarik modal dari luar negeri, terutama jika pembuat kebijakan di Eropa terpaksa menunda kenaikan suku bunga menjadi lebih lama.

Baca juga: Dipercepat, Turis Asing ke Bali Bebas Karantina Mulai Hari Ini

Satu hal lagi, saat krisis, tidak ada investor mata uang dan pembuat kebijakan yang lebih suka bertahan daripada menjual. Tercatat dollar AS menyumbang sekitar 60 persen dari cadangan global pada tahun 2021.

"Pasar dan bank sentral ingin menahan dolar karena itu mata uang yang sangat likuid. Ini sangat bisa diperdagangkan, didukung oleh ekonomi yang sangat kuat dan solid," kata Pesole.

Tingginya dollar AS tentu dapat menggerus keuntungan bagi perusahaan yang mendulang uang di luar negeri. Kekhawatiran yang lebih besarnya yakni kenaikan dolar mempengaruhi negara berkembang, yang sering kali harus membayar utang dalam bentuk dollar AS.

Baca juga: Mengawali Sesi, Rupiah dan IHSG Merah

Sudah ada beberapa kecemasan apakah ledakan ekonomi Rusia akan menyebabkan investor meninggalkan pasar yang lebih berisiko seperti Brazil, Turki, atau Meksiko. Kenaikan dollar bisa menambah tekanan itu.

Pasalnya, ada beberapa obrolan perang Rusia di Ukraina dapat mengguncang dominasi dollar, memperkuat tekad Moskow bersama dengan Beijing mengembangkan mekanisme pembiayaan alternatif yang akan membuat sanksi Barat menjadi kurang efektif dari waktu ke waktu.

"Tapi tidak ada indikasi yang benar-benar bahwa dominasi dolar menyusut. (Kerja sama Rusia dengan China) adalah alur cerita yang hanya bisa (terjadi) untuk jangka panjang," beber dia.

Baca juga: Cek Syarat Menjadi TKI ke Luar Negeri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber CNN
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com