Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Tantangan Perempuan di Dunia Kerja Versi Sri Mulyani

Kompas.com - 07/03/2022, 20:00 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan sejumlah tantangan yang harus dihadapi perempuan di dunia kerja. Ia menilai, tantangan tersebut menjadi salah satu faktor yang membuat jumlah perempuan karir yang menduduki jabatan tinggi lebih sedikit ketimbang laki-laki.

Ia menjelaskan, tantangan paling utama yang dihadapkan perempuan adalah adanya pilihan-pilihan yang membayangi, seperti menikah, menjadi ibu rumah tangga atau sekolah, mengejar karir. Menurutnya, pilihan-pilihan itu tidak dialami oleh laki-laki.

Baca juga: Tembakau Dinilai Berkontribusi bagi Kemandirian Perempuan, Kok Bisa?

"Pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak dihadapkan pada laki-laki, sehingga level playing field-nya tidak sama. Perempuan lebih berat karena dalam titik-titik hidupnya menghadapi pertanyaan-pertanyaan dan pilihan yang tidak mudah," ungkapnya dalam diskusi Woman in Leadership, Senin (7/3/2022).

Sementara bila perempuan yang sudah menikah masuk ke dunia kerja, maka dihadapi kondisi yang harus mampu mengatasi berbagai masalah dalam menyeimbangkan kehidupan keluarga, sebagai istri dan ibu, dengan kehidupan pekerjaan sebagai seorang profesional.

Perempuan harus menjalankan peran untuk mengurus keluarganya tetapi sembari pula mengembangkan dirinya sebagai wanita karier. Maka, ada upaya besar yang harus diberikan untuk bisa menyeimbangkan kehidupan keluarga dan kerja.

"Artinya waktu tidur lebih sedikit, dan harus memakan waktu lebih banyak untuk mengerjakan hal-hal yang harus dilakukan, yang mungkin laki-laki tidak harus melakukannya," kata Sri Mulyani.

Baca juga: Pemerintah Dorong 3 Fokus Pemberdayaan Perempuan di Era Digital

Mantan Direktur Bank Dunia itu mengatakan, tantangan-tantangan itu yang turut membuat banyak perempuan yang memilih mengakhiri karirnya. Alhasil peran perempuan di posisi-posisi tinggi menjadi lebih sedikit ketimbang laki-laki.

Padahal, lanjut dia, perempuan pada dasarnya memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki. Hal itu tercermin dari dunia akademik atau perkuliahan, yang biasanya lebih banyak perempuan yang memiliki nilai tertinggi daripada laki-laki.

"Kalalu kompetisi dalam akademik, cuma persoalan belajar, kondisi saat tidak dihadapkan memilih antara anak, keluarga dengan karir, itu perempuan bisa perform," ucapnya.

"Namun begitu meniti karir ternyata drop out karena mereka harus menghadapi pilihan mau terus sekolah atau menikah, siap ke luar kota atau tidak. Itu menciptakan trade off yang luar biasa," lanjut Sri Mulyani.

Dia mencontohkan, seperti pada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dalam 4 tahun terakhir jumlah penerimaan pegawai perempuan dan laki-laki seimbang. Namun, jika melihat posisi perempuan untuk jabatan tinggi seperti setingkat eselon I jumlahnya hanya berkisar 16-17 persen.

Itu pun perhitungannya sudah mencakup posisi staf khusus yang tingkat jabatannya disetarakan dengan eselon I. Sri Mulyani bilang, jika hanya murni posisi eselon I yang berasal dari meniti karir, hanya ada dua perempuan yang mengisi jajaran eselon I.

Bendahara Negara itu menjelaskan, perempuan yang sudah menikah ketika berkarir sebagai ASN pun, ketika diihadapkan untuk naik jabatan melalui sistem merit, seringkali kalah dari laki-laki. Lantaran, perempuan menjadi kalah dari sisi pengalaman dan pengetahuan.

Ia mengungkapkan, seringkali perempuan yang sudah berkeluarga hanya meniti karir di kantor yang sama terus-menerus, sebab mempertimbangkan mengurus keluarga atau anak-anaknya. Sementara laki-laki, cenderung memiliki kesempatan yang besar untuk melanjutkan pendidikan dan ditempatkan di berbagai kantor.

"Ketika perempuan ikut sistem merit untuk masuk eselon 4,3,2 itu ditanya pengalamannya, hanya di kantor yang sama, sementara laki-laku sudah sekolah, ditempatkan diberbagai kantor. Sehingga dia (laki-laki) punya leadership dan knowledge yang lebih berkembang," paparnya.

"Itu yang menyebabkan tidak level playing field, makannya (perempuan) drop out, yang tadinya jumlahnya bagus, seimbang ketika masuk, saat ke tingkat eselon 4,3,2 makin lama makin turun. Bahkan untuk posisi pure eselon i yang berasal dari karir, itu hanya dua perempuan," ungkap Sri Mulyani.

Baca juga: Sri Mulyani: Inklusi Keuangan Perempuan Indonesia Lebih Rendah dari Laki-laki

Oleh sebab itu, ia menekankan, siapa pun yang berkesempatan menjadi pemimpin, terutama bila dia perempuan, harus mengkompensasi wanita karir dengan sejumlah afirmasi yang mendukung mereka untuk bisa mengatasi keseimbangan antara keluarga dan dunia kerja. Di antaranya dengan menyediakan fasilitas day care, breastfeeding, dan sebagainya.

"Kita sebagai leader kita harus bisa bikin afirmasi bagaimana membuat perempuan bisa mengatasi persoalan dalam mengambil keputusan-keputusan yang tidak mudah itu," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com