Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Menepis Pandangan Berbisnis yang Menyesatkan

Kompas.com - 08/03/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Proses yang berliku dan membutuhkan waktu serta energi yang besar, mendorong orang mencari jalan instan.

Meniru dengan modifikasi seadanya, atau mengekor sesuai tren sesaat, menjadi pilihan banyak orang.

Celakanya lagi sejumlah pebisnis yang dianggap sukses memberikan testimoni bahwa bisnis yang berhasil diawali dengan mengamati, meniru, dan modifikasi.

Teringat definisi yang disampaikan oleh Hisrich (2008) bahwa kewirausahaan adalah proses menciptakan sesuatu yang baru dan memiliki nilai dengan mengorbankan waktu dan tenaga, melakukan pengambilan risiko finansial, fisik, maupun sosial, serta menerima imbalan moneter serta kepuasan dan kebebasan pribadi.

Rasa-rasanya kenyataan di lapangan sudah keluar dari jalur semestinya.

Kelima, fokus aktivitas berjualan, bukan mencipta atau memproduksi yang memberikan nilai tambah lebih.

Sebagian kalangan menganggap bahwa berbisnis adalah berdagang. Tidak ada yang lain. Memang betul, berjualan adalah bagian penting dari bisnis, bahkan merupakan ujung tombak.

Tetapi karena fokus pada berjualan, akhirnya malas untuk mencipta. Bangsa yang maju bukan karena rakyatnya rajin berjualan dan tidak memproduksi sendiri barang dan jasa.

Lihatlah China yang kini telah bertransformasi menjadi negara industri dengan produk-produk yang mulai akrab di kalangan konsumen Indonesia.

Jika Indonesia mau dikenal sebagai negara industri, bukan sekadar pasar menguntungkan bagi negara maju, kalangan muda atau siapapun yang semangat berbisnis patut merenungkan, memikirkan dan bertindak nyata untuk tidak fokus hanya pada berjualan saja.

Ada nilai tambah ekstra yang diperoleh dari produk yang dihasilkan ketimbang berjualan dengan margin tertentu.

Paradigma yang keliru mestinya menjadi tantangan seluruh institusi pendidikan bisnis di Indonesia untuk meluruskan dengan proses pembelajaran yang memadai dan berkualitas.

Terpasang stiker bertuliskan “Business is fun!” di kaca belakang sebuah mobil yang terparkir di pelataran kampus nan megah.

Ya, menyenangkan dipelajari, dimengerti dan dijalankan, tapi dengan pemahaman yang utuh dan benar.

Bukan asal senang sendiri, tapi konsumen dirugikan dan negara juga tidak diuntungkan. Setuju?

*Frangky Selamat, Dosen Tetap Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Tarumanagara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com