3. Obligasi
Untuk Obligasi Perusahaan baik itu Obligasi, Sukuk, dan MTN menggunakan Kode Harta 033, sementara untuk Obligasi Pemerintah seperti ORI, Sukuk Ritel, Sukuk Tabungan menggunakan Kode Harta 034. Sama seperti semua harta lainnya, pelaporan menggunakan nilai pembelian atau modal.
Atas penghasilan dari obligasi seperti Kupon dikenakan Pajak Final 10 persen dan biasanya sudah dipotong duluan. Contoh misalkan Anda menerima Kupon Rp 90 juta selama 2021, maka pelaporannya adalah Rp 90 juta dibagi 0,9 = Rp 100 juta, dicatatkan sebagai Penghasilan Bruto pada bagian Penghasilan Kena Pajak Final. Dan sebesar Rp 100 juta x 10% = Rp 10 juta, dicatatkan sebagai Pph terutang.
Selain kupon, pajak final 10 persen juga dikenakan terhadap diskonto atau capital gain. Kondisi ini bisa terjadi jika anda membeli obligasi di harga Rp 990 juta dan memegangnya hingga jatuh tempo senilai Rp 1 miliar. Atau Anda membeli obligasi di nilai Rp 1.010 juta dan menjualnya senilai Rp 1.020 juta.
Atas keuntungan Rp 10 juta tersebut akan dipotong pajak final 10 persen senilai Rp 1 juta. Angka Rp 10 juta dilaporkan sebagai penghasilan bruto dan Rp 1 juta sebagai Pph Terutang di kolom yang sama dengan kupon.
Sama seperti bunga deposito dan penjualan saham, pajak ini juga sudah dipotong sehingga tidak akan membuat anda kurang bayar.
Perlu diperhatikan bahwa untuk Obligasi Pemerintah, kolom penghasilan finalnya jadi 1 dengan bunga deposito, sementara Obligasi Perusahaam, kolom penghasilan finalnya terpisah sendiri.
4. Reksa Dana
Kode Harta untuk reksa dana adalah 036. Atas saldo nilai buku per 31 Desember 2021, dilaporkan sebagai nilai perolehan di bagian Harta. Sama seperti saham, berapapun nilai pasarnya, tidak menjadi persoalan.
Penghasilan reksa dana dapat berasal dari 2 sumber, yaitu transaksi jual beli dan bagi hasil. Transaksi jual beli bisa berupa pembelian (subscription) dan penjualan (redemption) ataupun berasal dari transaksi switching. Belakangan, transaksi switching lebih mendominasi dibandingkan transaksi jual beli karena kemudahannya.
Setiap kali transaksi, investor perlu menghitung keuntungan dan kerugiannya. Akumulasi dari keuntungan selama 1 tahun nantinya dilaporkan sebagai Penghasilan Bukan Objek Pajak Lainnya. Apabila akumulasinya rugi, maka tidak dilaporkan atau 0 juga tidak apa-apa.
Saat ini semakin banyak juga reksa dana yang memiliki fitur bagi hasil. Fitur ini terdapat di reksa dana terproteksi, reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, bahkan juga ada di reksa dana campuran dan saham.
Bagi hasil reksa dana berbeda dengan dividen saham. Tidak perlu direinvestasikan selama 3 tahun. Angka bagi hasil tersebut ditambahkan dengan akumulasi untung rugi dari transaksi jual beli dan dilaporkan di Penghasilan Bukan Objek Pajak Lainnya.
5. Harta Keuangan dan Investasi Lainnya
Selain aset konvensional seperti Tabungan, Deposito, Saham, Obligasi dan Reksa Dana, terdapat juga aset lain seperti Unit Link Asuransi, Emas, Aset Kripto, NFT, tas mewah hingga bentuk investasi baru yang akan berkembang dari waktu ke waktu.