JAKARTA, KOMPAS.com – Kebijakan kewajiban pasok dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) yang dibarengi dengan penetapan harga atau domestic price obligation (DPO) crude palm oil (CPO) atau minyak sawit memakan korban.
PT Sumi Asih, perusahaan yang bergerak di bidang oleokimia ini terpaksa menghentikan produksinya karena tidak mampu memenuhi kewajibannya memasok minyak goreng sebanyak 20 persen dari produk yang akan diekspornya.
Karena tidak bisa beroperasi, pabrik yang berlokasi di Tambun, Bekasi, Jawa Barat ini telah merumahkan 350 karyawannya.
Baca juga: Pelaku Industri Minyak Sawit Tolak Kebijakan DMO 30 Persen, Kenapa?
“Rinciannya, 300 karyawan yang bekerja di pabrik dan 50 karyawan di kantor pusat. Mereka sudah tiga minggu kami rumahkan. Karena dirumahkan, mereka lakukan demo,” kata Direktur HRD and Legal PT Sumi Asih Markus Susanto dalam siaran persnya, Sabtu (12/3/2022).
Markus Susanto memaparkan pabriknya tidak menggunakan CPO sebagai bahan baku produksi, tetapi menggunakan RBD stearin untuk kemudian diolah menjadi stearic acid dan glycerine. RBD stearin merupakan by product atau produk samping pabrik minyak goreng.
Diketahui, Permendag No. 8 Tahun 2022 mewajibkan produsen oleokimia yang akan mengekspor produknya wajib menjalankan DMO minyak goreng. Aturan ini tentu menyulitkan Sumi Asih yang tidak memproduksi minyak goreng.
“Jadi aturan itu mustahil bisa kita lakukan. Saya itu sampai ngemis-ngemis ke pabrik minyak goreng untuk membeli minyak goreng yang akan kami digunakan untuk memenuhi kewajiban DMO, tapi tidak ada yang mau memberikan karena mereka sendiri juga membutuhkan,” keluh Markus.
Baca juga: Kemenperin Tegaskan Industri Makanan Tidak Gunakan Minyak Goreng Sawit Hasil DMO
Walaupun sebenarnya, kata Markus, jika Sumi Asih memenuhi kewajiban DMO itu, pihaknya harus membeli CPO atau olein dengan harga pasar yang saat ini harganya Rp 20.500 per kilogram. Lalu pihaknya mesti menjual minyak goreng dengan harga yang ditentukan pemerintah Rp 10.300 per kilogram.
Jika dihitung dengan melaksanakan DMO sebesar 20 persen, Sumi Asih tiap bulan akan menanggung defisit sekitar Rp 6,3 miliar.
“Angka itu berasal dari 30.000 ton produk stearic acid dan glycerine yang setiap bulan kami ekspor dikalikan 20 persen berarti 600 ton. Nah 600 ton dikalikan selisih yang harus kita bayar bahan baku dengan minyak goreng Rp 9.700 per kilogram sama dengan Rp 6,3 miliar," bebernya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.