Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Minyak Goreng Merasa Dirugikan Aturan Pembatasan Ekspor

Kompas.com - 13/03/2022, 08:21 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Para pengusaha kelapa sawit dan industri turunannya yang tergabung dalam Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) menyatakan keberatannya dengan aturan baru tata niaga minyak sawit.

Para pengusaha berkeberatan dengan penetapan Domestic Market Obligation (DMO) produk minyak goreng menjadi 30 persen dari sebelumnya 20 persen.

"Kami keberatan dengan DMO di 30 persen, karena sebagaimana disampaikan bahwa pasokan dari hasil DMO sebelumnya sudah melimpah," kata Direktur Eksekutif Sahat Sinaga dikutip dari Antara, Minggu (13/3/2022).

Menurut dia, dengan DMO 30 persen, dinilai sangat membebani, terlebih bagi industri yang tidak memiliki bisnis kelapa sawit terintegrasi, alias tidak memiliki perkebunan kelapa sawitnya sendiri.

Baca juga: 3 Konglomerat yang Makin Kaya Raya Berkat Minyak Goreng

"Tidak perlu DMO 30 persen, cukup 20 persen dan bahkan saya sarankan supaya lebih lancar lagi, tidak perlu ada DMO,” ujar Direktur Eksekutif Gimni Sahat Sinaga dalam konferensi pers, Jumat (11/3).

Menurut dia, kebijakan tersebut justru akan mempersulit eksportir, bahkan bisa mengakibatkan ekspor jadi macet. Terlebih, pasarnya sebagian besar berada di luar negeri.

"Apabila ekspor terhalang, perkebunan sawit akan rugi karena 64 persen market kita ada di pasar luar negeri,” ujar Sahat.

Sahat menyampaikan apresiasinya terhadap pemerintah yang berhasil mengumpulkan 415.780 kilo liter minyak goreng hasil DMO dalam 22 hari.

Angka tersebut, lanjutnya, telah melebihi kebutuhan minyak goreng di dalam negeri selama satu bulan yang sebesar 330.000 kilo liter, untuk itu DMO minyak goreng tidak perlu dinaikkan menjadi 30 persen.

Baca juga: Riset IDEAS: Kerugian Masyarakat Akibat Krisis Minyak Goreng Capai Rp 3,38 Triliun

"Dengan DMO 30 persen, membuat ada 48 persen tambahan margin yang harus dicari, dan itu tidak mudah," ujar Sahat.

Menurutnya, kelangkaan minyak goreng di pasaran bukan soal pasokan, tapi karena adanya alur distribusi yang perlu diperbaiki.

Pabrik terpaksa tutup

Sementara itu, perusahaan yang bergerak di bidang oleokimia PT Sumi Asih menghentikan produksi karena tidak mampu memenuhi kewajiban memasok minyak goreng sebanyak 20 persen dari produk yang akan diekspornya.

Masih dikutip dari Antara, Direktur HRD and Legal PT Sumi Asih Markus Susanto di Jakarta, mengatakan karena tidak bisa beroperasi, pabrik yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat, tersebut telah merumahkan 350 karyawannya.

Baca juga: Pelaku Industri: Tidak Mungkin Ada Penyeludupan Minyak goreng

Markus Susanto memaparkan pabriknya tidak menggunakan CPO sebagai bahan baku produksi, tetapi menggunakan RBD stearin yakni produk samping pabrik minyak goreng untuk kemudian diolah menjadi stearic acid dan glycerine.

Permendag No. 8 Tahun 2022 mewajibkan produsen oleokimia yang akan mengekspor produknya menjalankan DMO minyak goreng.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com