"Kami keberatan dengan DMO di 30 persen, karena sebagaimana disampaikan bahwa pasokan dari hasil DMO sebelumnya sudah melimpah," kata Sahat Sinaga dikutip dari Antara.
Menurut dia, dengan DMO 30 persen, dinilai sangat membebani, terlebih bagi industri yang tidak memiliki bisnis kelapa sawit terintegrasi, alias tidak memiliki perkebunan kelapa sawitnya sendiri.
"Tidak perlu DMO 30 persen, cukup 20 persen dan bahkan saya sarankan supaya lebih lancar lagi, tidak perlu ada DMO,” ujar dia.
Baca juga: Mendag Curiga Minyak Goreng Diselundupkan ke Luar Negeri
Menurut dia, kebijakan tersebut justru akan mempersulit eksportir, bahkan bisa mengakibatkan ekspor jadi macet. Terlebih, pasarnya sebagian besar berada di luar negeri.
"Apabila ekspor terhalang, perkebunan sawit akan rugi karena 64 persen market kita ada di pasar luar negeri,” ujar Sahat.
Sahat menyampaikan apresiasinya terhadap pemerintah yang berhasil mengumpulkan 415.780 kilo liter minyak goreng hasil DMO dalam 22 hari.
Angka tersebut, lanjutnya, telah melebihi kebutuhan minyak goreng di dalam negeri selama satu bulan yang sebesar 330.000 kilo liter, untuk itu DMO minyak goreng tidak perlu dinaikkan menjadi 30 persen.
"Dengan DMO 30 persen, membuat ada 48 persen tambahan margin yang harus dicari, dan itu tidak mudah," ujar Sahat.
Menurutnya, kelangkaan minyak goreng di pasaran bukan soal pasokan, tapi karena adanya alur distribusi yang perlu diperbaiki.
Baca juga: Bulog Belum Dapat Penugasan untuk Bantu Atasi Kelangkaan Minyak Goreng
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.