Pada 2020, misalnya, sebuah lembaga kajian Eropa memaparkan bahwa untuk pertama kalinya EBT berhasil menggeser dominasi energi fosil dalam bauran energi Uni Eropa.
Mengutip data dari website Uni Eropa, pada 2020, energi terbarukan mewakili 22,1 persen dari energi yang dikonsumsi di wilayah tersebut, dua persen lebih tinggi dibandingkan target 2020 sebesar 20 persen.
Potret carut marutnya lanskap energi di dunia saat ini memberikan pelajaran berharga, yaitu bagaimana keamanan energi suatu negara dan suatu kawasan menduduki posisi kunci.
Ketergantungan terhadap satu sumber energi bisa merusak ketahanan energi dan mengancam sendi-sendi kehidupan suatu negara.
Pendeknya, kemandirian energi dan diversifikasi energi adalah dua hal yang tidak bisa ditawar lagi.
Hal ini berlaku untuk seluruh negara di luar kawasan Eropa dan Amerika, tak ketinggalan juga Indonesia.
Di tengah penurunan produksi minyak mentah nasional yang signifikan di tengah dorongan dunia internasional untuk menghentikan penggunaan batu bara, harusnya menjadi cambuk bagi pemerintah untuk menggenjot pembangunan dan pemanfaatan EBT di dalam negeri.
Apalagi Indonesia juga masih memiliki ketergantungan untuk melakukan impor energi demi memenuhi konsumsi BBM domestik.
Dengan limpahan potensi EBT di jagad Nusantara yang sangat besar, yaitu 3.686 Giga Watt yang terdiri dari energi surya, bayu, hidro, panas bumi, bio energi, dan laut, sudah sepantasnya pemerintah bergegas untuk memaksimalkan usahanya agar potensi tersebut dapat dimanfaatkan.
Harus diakui, pemanfaatan EBT tersebut tak lepas dari kebutuhan investasi yang besar sehingga dibutuhkan campur tangan pemodal asing untuk pengembangannya. Namun, bukan berarti tak mungkin.
Pemerintah harus serius dalam menelurkan paket insentif yang menarik bagi investor dengan satu tujuan: kemandirian energi yang sudah di ujung tanduk.
Dengan campur tangan investor, potensi-potensi tersebut tidak hanya sekadar menjadi potensi dan guratan angka-angka di atas kertas, tetapi menjadi manfaat bagi masyarakat banyak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.