JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah mengupayakan banyak hal untuk menurunkan harga dan memperbanyak pasokan miyak goreng. Namun, upaya-upaya tersebut nampaknya belum ada yang efektif.
Salah satu upaya pemerintah dengan menetapkan kebijakan Domestik Market Obligation (DMO) 30 persen kepada perusahaan sawit karena permasalahan tersebut terjadi akibat harga crude palm oil (CPO) dunia yang naik.
Baca juga: Daftar Alasan Minyak Goreng Langka dan Mahal Versi Pemerintah
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, kondisi saat ini bukan disebabkan karena kurangnya pasokan CPO di dalam negeri akibat harga CPO yang naik.
Tapi, disebabkan pasokan CPO yang ada saat ini terbagi karena digunakan untuk kebutuhan biodisel dan minyak goreng. Sehingga pasokan CPO untuk minyak goreng tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri
"Jadi masalah pasokan di dalam negeri itu kan rebutan B30 dengan minyak goreng. Akar masalahnya di situ. Kebijakan DMO 30 persen tidak menyelesaikan masalah," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (14/3/2022).
Baca juga: Jokowi ‘Blusukan’ ke Pasar dan Minimarket Cek Minyak Goreng, Bagaimana Hasilnya?
Menurutnya, tingginya harga dan sedikitnya stok minyak goreng di pasaran dikarenakan ada distributor minyak goreng yang nakal sehingga pasokan minyak goreng yang seharusnya mencukupi dari produsen tidak dapat tersalurkan secara maksimal ke konsumen.
"Ada distributor yang bermain sehingga pasokan yang diklaim mencukupi di level produsen tidak tersalurkan," kata dia.
Baca juga: Mendag Curiga Minyak Goreng Diselundupkan, Pengusaha Membantah
Oleh karenanya, daripada memberlakukan DMO untuk perusahaan sawit, menurutnya, lebih baik pemerintah melakukan verifikasi data produksi minyak goreng dengan data penjualan distributor.
"Kalau ada ketidaksesuaian maka indikasi distributor yang bermain bisa dibuktikan," ucapnya.
Dia melanjutkan, pemerintah dapat melakukan pencocokan data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan data negara tujuan ekspor untuk mencegah kebocoran pasokan minyak goreng ke luar negeri.
"Di situ bisa dilacak selisih volumenya karena menggunakan HS code yang sama," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.