Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ikut "Tax Amnesty" Jilid II, Siap-siap Kena Denda 300 Persen

Kompas.com - 14/03/2022, 16:15 WIB
Fika Nurul Ulya,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengimbau wajib pajak (WP) yang belum melaporkan harta hingga tahun pajak 2020 segera mengikuti tax amnesty alias Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

Pasalnya, ada sanksi atau denda yang menanti jika tidak mengikuti PPS. Adapun program PPS dilaksanakan selama 6 bulan hingga akhir Juni 2022.

"Jika memenuhi delik pidana dan terbukti, dituntut dengan pidana denda sampai dengan 300 persen," kata Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, kepada Kompas.com, Senin (14/3/2022).

Baca juga: Kemenkeu Tawarkan SBN kepada Peserta Tax Amnesty Jilid II

Denda 300 persen sesuai UU HPP

Pria yang karib disapa Pras ini menuturkan, sanksi 300 persen diberikan untuk menghentikan penyidikan tindak pidana. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pasal 44B.

Beleid menyebut, penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dilakukan setelah kerugian pada pendapatan negara ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali jumlah kerugian pada pendapatan negara.

"Ikut atau tidak ikut TA (tax amnesty), kalau ada indikasi tindak pidana perpajakan dan dilakukan penyidikan terbukti ada kerugian pada pendapatan negara, maka sanksinya 300 persen, itu jika memilih dihentikan tidak dipidana," beber Pras.

Baca juga: Simak Lagi Pilihan Tarif Tax Amnesty Jilid II

Denda 200 persen dijatuhkan jika...

Sementara itu, denda sebesar 200 persen bakal dijatuhkan ketika Kementerian Keuangan menemukan harta wajib pajak yang tidak atau belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) usai mengikuti PPS.

Atas tambahan harta itu, maka dikenai pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan Pasal 4 PP 36/2017.

Tarif PPh yang harus dibayar wajib pajak badan sebesar 25 persen, wajib pajak orang pribadi sebesar 30 persen, dan wajib pajak tertentu sebesar 12,5 persen.

Rumusan sanksinya adalah tarif PP 36/2017 x nilai harta baru + sanksi UU TA 200 persen.

"Kalau pernah ikut TA dan ketahuan bahwa ada harta tidak dilaporkan dengan benar, maka atas harta tersebut menjadi penghasilan, dikenai tarif pajak normal 30 persen dan denda 200 persen," ucap dia.

Baca juga: Aturan Baru dan Daftar 332 Tujuan Investasi Tax Amnesty Jilid II

Sri Mulyani mewanti-wanti bagi wajib pajak yang tidak mengikuti tax amnesty

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mewanti-wanti bagi wajib pajak yang tidak mengikuti tax amnesty. Dia bilang, wajib pajak diberi waktu sampai Juni 2022 untuk patuh.

Lagi pula, tarif PPS yang paling besar hanya 18 persen, lebih murah dibanding dengan tarif sanksi yang mencapai 200-300 persen. Tarif 18 persen dibebankan untuk pengungkapan harta di luar negeri yang berasal dari penghasilan tahun 2016-2020, lalu harta tersebut tidak direpatriasi ke dalam negeri.

Begitu pun lebih murah dibanding tarif Pajak Penghasilan (PPh) final yang terdiri dari 5 lapisan dengan rentang 5 persen - 35 persen untuk pendapatan di atas Rp 500 miliar.

"Jadi jangan dilihat kok 18 persen tinggi, karena normal rate-nya di 30 persen atau kalau di atas Rp 5 miliar 35 persen. Kalau ini kesengajaan maka Anda berpotensi bisa kena denda sesuai dengan UU KUP yaitu bisa 200 atau sekarang jadi 300 persen," tandas Sri Mulyani.

Baca juga: Tax Amnesty Jilid II, Negara Terima Rp 2,22 Triliun dari PPh

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Whats New
Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

Whats New
Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Whats New
Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com