Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Perang, Pandemi, dan Ekonomi Roller Coaster Menurut Sri Mulyani

Kompas.com - 15/03/2022, 13:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sejumlah otoritas keuangan global sudah mengeluarkan proyeksi dampak situasi Rusia-Ukraina ini bagi perekonomian dunia. JP Morgan dan IMF ada di antaranya.

Lalu, ada juga sejumlah analisis dampak perang tersebut. Salah satunya, ING, membuat pemeringkatan efek situasi geopolitik Rusia-Ukraina bagi negara-negara di Asia, termasuk Indonesia, lewat laman think.ing.com.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut sejumlah perkembangan di dunia hingga hari ini merupakan bagian dari fenomena ekonomi roller coaster.

"Menanjak, tiba-tiba jatuh lagi, nanjak, jatuh lagi," kata Sri Mulyani dalam sosialisasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (10/3/2022), sembari menyebutkan volatilitas ekstrem harga minyak dalam tiga tahun ini sebagai salah satu contoh.

Pandemi Covid-19 yang mengacak-acak perekonomian dunia—termasuk Indonesia—belum usai, sudah ada dinamika geopolitik tersebab invasi Rusia ke Ukraina. Imbas sejauh ini sudah dirasakan di sektor komoditas, yang harga di pasar global menjadi rujukan untuk banderol di dalam negeri. 

Dalam situasi ini, kata Sri Mulyani, APBN merupakan instrumen yang harus dirawat bersama untuk menyetabilkan situasi ekonomi di dalam negeri. 

"Keuangan negara kalau ibaratnya naik mobil... kita harus punya shockbreaker (yang bagus), dan shockbreaker itu adalah APBN. Waktu (keuangan negara) mendapatkan tekanan, APBN harus menahan ekonomi," papar dia.

Dalam istilah teknis, peran APBN tersebut dinamai countercyclical. Kembali menggunakan analogi shockbreaker, Sri Mulyani menyebut bahwa ketika suku cadang ini bermasalah maka guncangan yang terjadi akan langsung dirasa penumpang mobil.

Baca juga: Sebelum Tukar Valas, Simak Kurs Rupiah Hari Ini

Meski demikian, Sri Mulyani menyatakan bahwa APBN tidak bisa juga selamanya diekploitasi. Di tengah dinamika global, kata dia, APBN yang bekerja ekstra keras harus dijaga pula kesehatannya. 

"Enggak boleh dia terus dipakai dan dieksploitasi sehingga dia menjadi sakit dan bahkan menjadi sumber penyakit di dalam ekonomi," tegas Sri Mulyani dengan menyebutkan sejumlah negara yang APBN-nya bermasalah beserta situasi perekonomiannya kini. 

Rangkaian cerita inilah yang menurut Sri Mulyani mendasari penerbitan sejumlah regulasi terkait keuangan negara dan perpajakan dalam tiga tahun berjalan. Terkini, UU HPP.

Baca juga: Poin Penting Perubahan dan Tambahan Aturan Pajak di UU HPP

Musibah dan krisis, kata dia, juga merupakan kesempatan untuk melakukan reformasi sekaligus membangun fondasi yang lebih baik bagi perekonomian nasional.

Dalam hal pajak, ujar Sri Mulyani, ini berarti membangun sistem perpajakan yang adil, sehat, akuntabel, dan efektif.

"Yang punya kekuatan ekonomi, membayar pajak. Yang kekuatan ekonominya lebih tinggi, bayarnya lebih tinggi. Yang lemah, dibantu pajaknya lebih rendah. Yang sangat tidak mampu tidak bayar pajak, bahkan diberi bantuan oleh negara," papar Sri Mulyani.

Sejumlah klausul dalam UU HPP, klaim Sri Mulyani, mengawal pula pembenahan perpajakan tidak kemudian menjadi berlebihan, baik dari sisi nilai pungutan maupun perilaku dan perlakuan petugas pajak.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com