Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DEN Sarankan Pemakaian Kompor Listrik yang Energinya Lebih Murah Ketimbang Elpiji

Kompas.com - 15/03/2022, 16:38 WIB
Ade Miranti Karunia,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Energi Nasional (DEN) menilai momen kenaikan harga minyak dan gas dunia yang cukup signifikan menjadi peluang besar bagi pemerintah untuk bisa mendorong penggunaan kompor induksi ke masyarakat.

Apalagi, dengan menggunakan kompor induksi bisa mengurangi ketergantungan impor liquefied petroleum gas (LPG) secara nasional.

Anggota DEN Satya Yudha mengatakan, meski memang saat ini harga dari kompornya masih cukup mahal, namun dari sisi pemakaian energinya justru lebih murah dibandingkan elpiji.

Baca juga: Hitung-hitungan PLN, Konversi LPG ke Kompor Induksi Bisa Bikin Negara Hemat Rp 27,3 Triliun

 

Pemakaian kompor induksi ini juga menjadi salah satu mitigasi agar masyarakat tidak berbondong-bondong mengambil elpiji gas melon yang saat ini masih disubsidi pemerintah.

"Sehingga kami di DEN memang mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat beralih ke kompor induksi," sarannya melalui keterangan tertulis, Selasa (15/3/2022).

Baca juga: PLN Bikin Gerakan Konversi Satu Juta Kompor Elpiji ke Kompor Induksi

Satya menilai perlu adanya sosialisasi yang gencar mengenai pemakaian kompor induksi. Peran PLN dan pemerintah dalam meyakinkan masyarakat bahwa kompor induksi lebih murah menjadi kunci keyakinan masyarakat untuk beralih.

"Sebab, jika kita bicara masyarakat yang terutama adalah harganya. Jika memang harganya ada yang lebih murah pasti masyarakat akan beralih yang ke murah," katanya.

Baca juga: Harga Gas Elpiji 12 Kilogram Naik, Masyarakat Beralih ke Gas 3 Kilogram

Ia juga menilai dengan menggunakan kompor induksi juga bisa sejalan dengan target pemerintah dalam mengurangi emisi karbon. Sebab, dengan mengurangi ketergantungan terhadap impor elpiji dengan kompor induksi jumlah emisi karbon yang dikeluarkan juga lebih sedikit.

"Ini semua juga inline dengan rencana pemerintah dalam transisi energi dan pengurangan emisi karbon serta mewujudkan kemandirian energi," lanjut Satya.

Berdasarkan data Indonesia Energy Outlook 2019 dari Dewan Energi Nasional, pada tahun 2018, konsumsi elpiji bersudsidi mencapai 7,5 juta ton. Peningkatan konsumsi elpiji ini tidak diimbangi dengan penyediaannya dari kilang elpiji dan kilang minyak di dalam negeri.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah hanya dapat mengandalkan produksi elpiji dalam negeri sebesar dua juta ton (26 persen), sedangkan sisanya diimpor sebanyak 5,5 juta ton (74 persen).

Dari tahun ke tahun konsumsi elpiji terus bertambah, sehingga subsidi elpiji pun kian membengkak. Pada tahun 2018, pemerintah menetapkan subsidi untuk elpiji 3 kg antara Rp 6.000-10.000 per kilogram.

Selama tahun 2018 saja, pemerintah mengucurkan anggaran untuk subsidi mencapai Rp 58,1 trilliun. Pada tahun 2020, anggaran subsidi elpiji diperkirakan sebesar Rp 50,6 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Whats New
Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Whats New
Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Spend Smart
Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Whats New
Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Work Smart
Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Work Smart
Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Whats New
Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Whats New
HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

Rilis
Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Whats New
Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Whats New
Freeport Indonesia Catat Laba Bersih Rp 48,79 Triliun pada 2023, Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda Papua Tengah

Freeport Indonesia Catat Laba Bersih Rp 48,79 Triliun pada 2023, Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda Papua Tengah

Whats New
KPLP Kemenhub Atasi Insiden Kebakaran Kapal di Perairan Tanjung Berakit

KPLP Kemenhub Atasi Insiden Kebakaran Kapal di Perairan Tanjung Berakit

Whats New
Wamenkeu Sebut Suku Bunga The Fed Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Wamenkeu Sebut Suku Bunga The Fed Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com