JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Energi Nasional (DEN) menilai momen kenaikan harga minyak dan gas dunia yang cukup signifikan menjadi peluang besar bagi pemerintah untuk bisa mendorong penggunaan kompor induksi ke masyarakat.
Apalagi, dengan menggunakan kompor induksi bisa mengurangi ketergantungan impor liquefied petroleum gas (LPG) secara nasional.
Anggota DEN Satya Yudha mengatakan, meski memang saat ini harga dari kompornya masih cukup mahal, namun dari sisi pemakaian energinya justru lebih murah dibandingkan elpiji.
Baca juga: Hitung-hitungan PLN, Konversi LPG ke Kompor Induksi Bisa Bikin Negara Hemat Rp 27,3 Triliun
Pemakaian kompor induksi ini juga menjadi salah satu mitigasi agar masyarakat tidak berbondong-bondong mengambil elpiji gas melon yang saat ini masih disubsidi pemerintah.
"Sehingga kami di DEN memang mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat beralih ke kompor induksi," sarannya melalui keterangan tertulis, Selasa (15/3/2022).
Baca juga: PLN Bikin Gerakan Konversi Satu Juta Kompor Elpiji ke Kompor Induksi
Satya menilai perlu adanya sosialisasi yang gencar mengenai pemakaian kompor induksi. Peran PLN dan pemerintah dalam meyakinkan masyarakat bahwa kompor induksi lebih murah menjadi kunci keyakinan masyarakat untuk beralih.
"Sebab, jika kita bicara masyarakat yang terutama adalah harganya. Jika memang harganya ada yang lebih murah pasti masyarakat akan beralih yang ke murah," katanya.
Baca juga: Harga Gas Elpiji 12 Kilogram Naik, Masyarakat Beralih ke Gas 3 Kilogram
Ia juga menilai dengan menggunakan kompor induksi juga bisa sejalan dengan target pemerintah dalam mengurangi emisi karbon. Sebab, dengan mengurangi ketergantungan terhadap impor elpiji dengan kompor induksi jumlah emisi karbon yang dikeluarkan juga lebih sedikit.
"Ini semua juga inline dengan rencana pemerintah dalam transisi energi dan pengurangan emisi karbon serta mewujudkan kemandirian energi," lanjut Satya.
Berdasarkan data Indonesia Energy Outlook 2019 dari Dewan Energi Nasional, pada tahun 2018, konsumsi elpiji bersudsidi mencapai 7,5 juta ton. Peningkatan konsumsi elpiji ini tidak diimbangi dengan penyediaannya dari kilang elpiji dan kilang minyak di dalam negeri.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah hanya dapat mengandalkan produksi elpiji dalam negeri sebesar dua juta ton (26 persen), sedangkan sisanya diimpor sebanyak 5,5 juta ton (74 persen).
Dari tahun ke tahun konsumsi elpiji terus bertambah, sehingga subsidi elpiji pun kian membengkak. Pada tahun 2018, pemerintah menetapkan subsidi untuk elpiji 3 kg antara Rp 6.000-10.000 per kilogram.
Selama tahun 2018 saja, pemerintah mengucurkan anggaran untuk subsidi mencapai Rp 58,1 trilliun. Pada tahun 2020, anggaran subsidi elpiji diperkirakan sebesar Rp 50,6 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.