Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Menuju Kemakmuran yang Berkeadilan

Kompas.com - 16/03/2022, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JIKA data berikut benar, maka sebagai bagian dari penduduk bumi, kita boleh sedikit bersyukur.

Kesenjangan penghasilan global sejak 1820 meningkat terus hingga tahun 1910, namun kemudian stabil hingga saat ini.

Artinya dunia tidak terus semakin timpang, yang kaya tidak terus semakin kaya dan yang miskin tidak terus semakin miskin.

Kondisi itu diuraikan dalam dokumen berjudul World Inequality Report 2022 (WIR 2022) yang dipublikasikan oleh World Inequality Lab (https://wid.world/wid-world) pada Desember 2021 lalu.

Salah seorang anggota tim penyusun dokumen tersebut adalah Thomas Piketty, penerima Anugerah Nobel bidang ekonomi beberapa tahun yang lalu.

Namun dibalik kestabilan itu, terkuak adanya masalah lebih besar. Jika seluruh penduduk usia kerja di dunia dibagi dua berdasarkan besar penghasilannya, maka kelompok 50 persen penduduk yang berpenghasilan lebih rendah (2,5 miliar orang) hanya menerima 8 persen total penghasilan seluruh penduduk (5,1 miliar orang).

Ini berarti 50 persen penduduk yang berpenghasilan lebih besar menerima 92 persen penghasilan total semua penduduk di muka bumi.

Ini menunjukkan adanya ketidakadilan yang tidak dikehendaki oleh siapapun, kecuali barangkali oleh sekelompok penduduk bumi yang paling kaya.

Lebih rinci lagi, 10 persen penduduk terkaya dunia (517 juta orang) tercatat menerima 52 persen dari total penghasilan pada tahun 2021.

Sebagai gambaran, keadilan sempurna terjadi jika 50 persen penduduk termiskin menerima 50 persen jumlah penghasilan, dan 10 persen penduduk terkaya juga menerima 10 persen jumlah penghasilan.

Sebaliknya ketidakadilan sempurna terjadi jika 50 persen penduduk termiskin menerima 0 persen jumlah penghasilan, dan 10 persen penduduk terkaya menerima 100 persen jumlah penghasilan.

Hal yang terakhir ini tentu saja tidak bakal tercapai, namun kita juga tidak bisa berharap bahwa setiap orang dewasa di dunia menerima penghasilan yang sama besarnya, di negara manapun dia berada.

Jika semua penghasilan penduduk di dunia dijumlah dan dibagi rata untuk setiap orang, maka setiap orang menerima 23.380 dollar AS per tahun, atau 1.950 dollar AS (sekitar Rp 30 juta) per bulan.

Pada kenyataannya penghasilan rata-rata 50 persen penduduk termiskin hanyalah 3.920 dollar AS per tahun (327 dollar AS atau Rp 4,7 juta per bulan).

Sedangkan 10 persen penduduk terkaya berpenghasilan rata-rata 122.100 dollar AS per tahun (10.000 dollar AS atau Rp 145 juta per bulan).

Inilah kesenjangan penghasilan yang terjadi di muka bumi saat ini.

Kekayaan

Apa yang diuraikan di atas terkait dengan penghasilan yang diterima penduduk sebagai indikator kemajuan ekonomi.

Namun ada indikator lain yang perlu diperhitungkan juga, yaitu kekayaan (wealth) yang dimiliki penduduk.

Kekayaan/harta dapat berupa bangunan, lahan/tanah, deposito/tabungan/uang tunai, dan barang-barang berharga.

Data tentang kekayaan yang diulas dalam World Inequality Report 2022 menegaskan besarnya kesenjangan ekonomi antara kelompok-kelompok penduduk di dunia.

Tingkat kesenjangan kekayaan ternyata lebih tinggi dari tingkat kesenjangan penghasilan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com