Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga BBM Nonsubsidi Bisa Ikuti Mekanisme Pasar

Kompas.com - 16/03/2022, 20:37 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi seperti Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Dexlite sesuai mekanisme pasar agar subsidi tepat sasaran. Sementara BBM subsidi harganya diatur pemerintah. 

Menurut Ahmad Redi, Pakar Hukum Pertambangan dan Energi dari Universitas Tarumanegara,, hal ini selaras UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Migas yang telah dipertegas dalam Putusan Mahkamah Konstitusi.

Menurut dia, harga BBM nonsubsidi bisa diserahkan ke mekanisme pasar karena diperuntukan bagi masyarakat mampu.

Sebelumnya, tiga BBM nonsubsidi Pertamina sudah melakukan penyesuaian harga yakni Petamax Turbo, Pertadex, dan Dexlite, yang volume penjualannya hanya 3 persen saja dari total penjualan BBM Pertamina. 

Baca juga: Harga Minyak Dunia Naik, Pertamina Dinilai Bisa Naikkan Harga Pertamax Dekati Harga Pesaing

Sementara Pertamax yang penjualannya 12 persen dari total penjualan Pertamina selama dua tahun tidak naik harga. "Sudah sewajarnya harga Pertamax disesuaikan dengan harga pasar," kata Ahmad Redi melalui keterangannya, Rabu (16/3/2022). 

Menurut dia, harga BBM nonsubsidi mengikuti pasar atau sesuai harga pasar, agar tidak membebani APBN. Harga BBM nonsubsidi juga tidak boleh membebani rakyat karena APBN berasal dari rakyat, kecuali beban subsidi dalam APBN terus bertambah.

“Hal ini sudah sesuai dengan konsepsi hak menguasai negara atas migas dan prinsip efisiensi berkeadilan dalam Pasal 33 UUD 1945,” ujarnya.

Saat ini 83 persen dari volume BBM yang dijual Pertamina adalah BBM yang disubsidi negara. Sebelumnya, pemerintah tidak menaikkan harga BBM subsidi, termasuk Pertalite yang masuk kategori BBM nonsubsidi, kendati harga minyak naik, dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat yang lebih banyak mengkonsumsi Pertalite. 

Baca juga: Pertamina Pastikan Harga BBM Pertalite Tidak Naik, Bagaimana dengan Pertamax Series?

 

Dampak kenaikan harga minyak dunia ke APBN

Ali Ahmudi Achyak, Direktur Eksekutif Center for Energy and Food Security Studies (CEFSS), mengatakan harga minyak di pasar global semakin naik akibat konflik yang memicu krisis pasokan energi dunia. Sebagai negara net importir minyak, ekonomi Indonesia pasti terkena dampak cukup signifikan.

Harga minyak yang terus meningkat tentunya memiliki dampak terhadap APBN karena masih besarnya eksposur, baik dari sisi pendapatan Pajak Penghasilan (PPh) dan Penerima Negara Bukan Pajak (PNBP), serta Belanja Negara (untuk subsidi ataupun kompensasi).

Menurut Ali, BUMN energi, khususnya Pertamina harus segera melakukan langkah antisipasi menghadapi kondisi emergensi agar tidak mengalami “goncangan” terlalu berat akibat kenaikan bahan baku (crude oil) yang sebagian masih impor dan pembengkakan biaya produksi akibat dampak ikutan kenaikan harga, seperti inflasi, depresiasi rupiah, dan lain-lain.

“Fungsi ganda BUMN sebagai ‘entitas bisnis’ yang profit oriented dan PSO untuk menjaga kepentingan masyarakat luas harus dijalankan secara seimbang dan proporsional,” katanya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com