Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani: Biaya Pemangkasan Emisi Karbon di Sektor Kehutanan Lebih Murah Dibandingkan Sektor Energi

Kompas.com - 17/03/2022, 17:55 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, pengurangan emisi karbon (CO2) dari sektor kehutanan membutuhkan biaya yang jauh lebih rendah dibanding dari sektor energi.

Bendahara negara ini menuturkan, dana yang dibutuhkan untuk mengurangi emisi karbon dari sektor kehutanan hanya mencapai 6,5 miliar dollar AS. Sedangkan dari sektor energi biayanya mencapai 250 miliar dollar AS.

Dia bilang, sektor ini perlu dimanfaatkan agar Indonesia memenuhi komitmennya dalam Perjanjian Paris (Paris Agreement). Dalam dokumen National Determined Contribution (NDC), Indonesia berkomitmen menurunkan emisi sampai 29 persen dengan upaya sendiri, atau 41 persen dengan dukungan internasional.

"Untuk berkontribusi dalam NDC, sebagian besar sebenarnya dapat disumbangkan dari kehutanan yang biayanya relatif murah, itu hanya 6,5 miliar dolar AS," ucap Sri Mulyani dalam Seminar Tingkat Tinggi S20-G20 Indonesia 'Just Energy Transition' secara virtual, Kamis (17/3/2022).

Baca juga: Ini Alasan Erick Thohir Bubarkan 3 BUMN

Asal tahu saja, mengurangi emisi gas rumah kaca membutuhkan biaya yang besar. Wanita yang karib disapa Ani ini memperkirakan, biayanya mencapai sekitar Rp 3.460 triliun, atau sekitar Rp 266 triliun per tahun hingga 2030.

Dia menuturkan, kontribusi pihak swasta sangat diperlukan karena pemerintah melalui instrumen fiskal hanya mampu menyediakan 34 persen dari total kebutuhan anggaran.

"Kita akan sangat membutuhkan kerangka kebijakan yang dapat mengundang lebih banyak sektor swasta dan BUMN untuk berpartisipasi dalam tujuan ini," ucap dia.

Sri Mulyani tidak memungkiri, menggaet sektor swasta bukan jalan yang mudah pula. Untuk itu diperlukan kerangka kebijakan yang tepat sasaran, misalnya seperti memperkenalkan pasar karbon.

Dia bilang, saat ini Kementerian Keuangan bekerja sama dengan kementerian atau lembaga lain untuk membangun mekanisme pasar karbon.

Baca juga: Mendag Sebut Ada Mafia yang Selundupkan Minyak Goreng hingga ke Luar Negeri

Untuk tahap awal, pemerintah mengatur tarif pajak baru untuk karbon paling rendah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) mulai April 2022. Angkanya jauh lebih rendah dari yang diusulkan semula sebesar Rp 75 per kilogram CO2e.

Pajak karbon bakal dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Pengenaan pajaknya memperhatikan peta jalan pajak karbon dan peta jalan pasar karbon.

"Kami telah memperkenalkan harga karbon di tingkat bawah terlebih dahulu, karena ini adalah pengenalan bagi perekonomian Indonesia untuk membiasakan mekanisme pasar karbon ini," ucap Sri Mulyani.

Pensiun dini PLTU batu bara

Selain memperkenalkan cap & trade karbon, pihaknya juga berdiskusi dengan PLN untuk memensiunkan sebagian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.

Tentu saja ada uang kompensasi yang diberikan kepada investor karena menyudahi kontrak lebih cepat dari yang disepakati.

Pensiun dini PLTU batu bara dibarengi dengan membangun pembangkit listrik terbarukan, dan menyediakan energi yang murah dan ramah lingkungan kepada masyarakat.

"Kami sudah mengidentifikasi PLTU sebesar 5 GW yang bisa dipensiunkan dengan usia rata-rata 13 tahun, sehingga kita nantinya bisa membangun energi terbarukan," tandas Ani.

Baca juga: Jokowi soal Transisi Energi: Negara dengan Beban Berat Harus Dibantu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com