Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani: Indonesia Butuh Rp 3.460 Triliun untuk Kurangi Emisi Karbon, APBN Tak Kuat Biayai

Kompas.com - 18/03/2022, 09:00 WIB
Fika Nurul Ulya,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, biaya yang perlu digelontorkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca tidak sedikit.

Dia memperkirakan, biayanya mencapai Rp 3.460 triliun atau sekitar Rp 266 triliun per tahun hingga tahun 2030. Sayangnya, pembuat kebijakan hanya mampu menyumbang sedikit biaya dari total kebutuhan anggaran.

Baca juga: BI: Transisi Energi Terbarukan Butuh Dana Rp 50.000 Triliun Per Tahun

"Kami memperkirakan biayanya akan menjadi sekitar Rp 3.460 triliun atau sekitar Rp 266 triliun per tahun hingga 2030, di mana anggaran pemerintah melalui kebijakan fiskal kita hanya dapat menyediakan 34 persen," kata Sri Mulyani dalam Seminar Tingkat Tinggi S20-G20 Indonesia 'Just Energy Transition' secara virtual, Kamis (17/3/2022).

Baca juga: Jokowi soal Transisi Energi: Negara dengan Beban Berat Harus Dibantu

Bendahara negara ini mengungkapkan, dana itu diperlukan sesudah Indonesia meratifikasi Perjanjian Paris (Paris Agreement).

Dalam dokumen National Determined Contribution (NDC) di Perjanjian Paris, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi sampai 29 persen dengan upaya sendiri, atau 41 persen dengan dukungan internasional.

Baca juga: Jokowi Ungkap Segudang Tantangan Transisi Energi, dari Akses hingga Pendanaan

Sri Mulyani bilang, pihaknya membutuhkan kerangka kebijakan yang lebih relevan, karena APBN tidak bisa sepenuhnya membiayai transisi energi. Kerangka kebijakan ini dibuat agar dapat mengundang lebih banyak sektor swasta dan BUMN berpartisipasi dalam pendanaan transisi energi.

"Pada kerangka kebijakan, pemerintah pasti harus merancang bagaimana perubahan iklim dapat diatasi, termasuk merancang transisi energi, dan mengapa energi itu penting. Karena (sektor energi) adalah yang paling mahal dalam memberikan kontribusi yang ditentukan secara nasional," jelasnya.

Baca juga: Sri Mulyani Tantang Negara Maju Ikut Danai Transisi Energi Indonesia, Kami OK, asal Dapat Financing...

Asal tahu saja, dana yang dibutuhkan untuk mengurangi emisi karbon dari sektor energi mencapai 250 miliar dollar AS. Sedangkan dari sektor kehutanan hanya 6,5 miliar dollar AS.

"Jadi bagaimana Indonesia akan mengatasi masalah ini? Saya pikir menempatkan kebijakan yang tepat menjadi sangat penting," ucapnya.

Baca juga: Sri Mulyani Putar Otak Lakukan Transisi Energi Tanpa Buat APBN Jebol

 

Pasar karbon dan pensiun dini PLTU

Wanita yang karib disapa Ani ini menuturkan, akan memperkenalkan pasar karbon untuk langkah awal. Dia bilang, saat ini Kementerian Keuangan bekerja sama dengan kementerian/lembaga lain untuk membangun mekanisme pasar karbon.

Pemerintah mengatur tarif pajak baru untuk karbon paling rendah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) mulai April 2022. Angkanya jauh lebih rendah dari yang diusulkan semula sebesar Rp 75 per kilogram CO2e.

Pajak karbon bakal dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Pengenaan pajaknya memperhatikan peta jalan pajak karbon dan peta jalan pasar karbon.

"Kami telah memperkenalkan harga karbon di tingkat bawah terlebih dahulu, karena ini adalah pengenalan bagi perekonomian Indonesia untuk membiasakan mekanisme pasar karbon ini," ucap Sri Mulyani.

Selain memperkenalkan cap & trade karbon, pihaknya juga berdiskusi dengan PLN untuk memensiunkan sebagian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.

Tentu saja ada uang kompensasi yang diberikan kepada investor karena menyudahi kontrak lebih cepat dari yang disepakati.

Pensiun dini PLTU batu bara dibarengi dengan membangun pembangkit listrik terbarukan, dan menyediakan energi yang murah dan ramah lingkungan kepada masyarakat.

"Kami sudah mengidentifikasi PLTU sebesar 5 GW yang bisa dipensiunkan dengan usia rata-rata 13 tahun, sehingga kita nantinya bisa membangun energi terbarukan," tandas Ani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com