Secara rinci, ISN menghadapi kompetisi industri tekstil yang sangat tinggi dengan kondisi industri yang secara umum dalam fase sunset. Kondisi perusahaan pun terus memburuk dan tidak produktif.
Sejak 2018, pendapatan ISN hanya berasal dari jasa maklun (pengerjaan penjahitan) produksi kain, sehingga tidak dapat menutup biaya operasional perusahaan. Perusahaan merugi terus-menerus, di mana per 2020 pendapatan ISN sebesar Rp 52 miliar, namun dengan rugi bersih sebesar Rp 86,2 miliar.
Adapun terkait dengan penyelesaian kewajiban karyawan termasuk pesangon akan diselesaikan melalui penjualan aset milik ISN di Grati, Jawa Timur, yang saat ini sedang dilakukan penjualan melalui lelang.
Sementara untuk Iglas, perusahaan dihadapkan dengan kondisi teknologi alat produksi yang sudah sangat tertinggal, serta permintaan pasar terhadap produksi botol kaca hijau yang sangat minim akibat dampak substitusi produk botol plastik.
Sejak 2015, pendapatan utama Iglas hanya berasal dari non-core business, yaitu sewa gudang dan penjualan sisa persediaan. Ekuitas Iglas pun tercatat negatif Rp 1,32 triliun per 2020.
Terkait seluruh kewajiban terhadap 429 eks karyawan Iglas, termasuk pesangon, telah diselesaikan pada September 2021. Sementara kewajiban kreditur dan vendor lainnya akan diselesaikan dengan penjualan aset yang akan dilakukan oleh kurator.
Sedangkan KKA menghadapi kondisi di mana teknologi alat produksi sudah tertinggal, sehingga sudah tidak mampu bersaing dengan kompetitor yang memiliki teknologi terkini. Jika dilakukan revitalisasi, akan membutuhkan biaya investasi yang sangat besar.
Pendapatan KKA sejak 2012 hanya berasal dari optimalisasi pembangkit listrik yang saat ini dijalankan dengan skema kerja sama operasi (KSO) sewa pembangkit bersama PT Pembangkitan Jawa Bali Services (PJBS). Posisi ekuitas KKA pun negatif Rp 2 triliun per 2020.
Adapun dengan dilakukan pembubaran KKA, kewajiban karyawan termasuk pesangon akan dibayarkan melalui mekanisme dana talangan oleh PPA.