JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Koperasi dan UKM meninjau ulang peraturan yang mengatakan koperasi jadi muatan dalam aturan UU Kepailitan/PKPU.
"Perlu peraturan tegas, apakah badan hukum koperasi menjadi muatan aturan UU Kepailitan/PKPU, mengingat sebetulnya Undang-Undang ini lebih tepat diberlakukan kepada korporasi daripada koperasi," kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam keterangannya Senin (21/3/2022).
“Berdasarkan pengalaman kami mengikuti proses tahapan pembayaran 8 KSP bermasalah yang masuk dalam proses PKPU, tampaknya tidak ada sanksi yang tegas terkait dengan keterlambatan dalam tahapan pembayaran homologasi," imbuh Teten.
Dia menyatakan, UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian telah obsolete (usang). Soalnya, peraturan tersebut tidak memberikan kewenangan yang cukup kepada Kementerian Koperasi dan UKM untuk mengawasi jenis KSP yang volumennya besar dan kantor cabangnya menyebar dibanyak kota.
“Wewenang Kementerian Koperasi dan UKM tidak memadai untuk bisa mengawasi KSP dengan volume usahanya sudah sangat besar. Jadi tadi kami sampaikan perlunya untuk menyusun UU Perkoperasian yang baru sebagai ganti UU Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian agar sistem perkoperasian dapat ditata ulang,” sebut Teten.
Baca juga: Kasus KSP Indosurya Cipta Kembali Bergulir, Simak 5 Fakta Ini
Dalam kesempatan yang sama, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan, pihaknya mendukung perlunya perhatian khusus terkait substansi pengaturan dalam UU Kepailitan dan PKPU yang saat ini posisinya sedang dalam proses pembahasan untuk penyempurnaan.
Merespons harapan Menteri Koperasi dan UKM terkait dengan UU Kepailitan dan PKPU serta UU Perkoperasian,
Mahfud MD berpandangan, perlunya UU Perkoperasian yang baru.