Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarif PPN Bakal Naik Jadi 11 Persen, Sri Mulyani: Rata-rata di Dunia Sudah 15 Persen

Kompas.com - 22/03/2022, 12:51 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di dalam negeri masih lebih rendah dari rata-rata tarif PPN di dunia.

Adapun, rata-rata tarif PPN di dunia mencapai 15 persen. Sementara Indonesia baru berencana menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada bulan April 2022.

Baca juga: Kenaikan Tarif KRL Ditunda, tapi Tarif PPN Tetap Naik 1 April, Siap-siap Harga Kopi Kekinian Bakal Makin Mahal

"Untuk PPN di seluruh dunia ini rata-rata PPN dunia itu ada di 15 persen, kalau kita lihat negara OECD dan lain-lain itu. Kita di 10 persen (tarif PPN) dan kita naikkan 11 (persen), dan nanti 12 (persen) pada tahun 2025," ucap Sri Mulyani dalam CNBC Economic Outlook, Selasa (22/3/2022).

Baca juga: Sri Mulyani soal Kenaikan PPN: Bukan untuk Menyusahkan Rakyat

Sri Mulyani menuturkan, beberapa tarif pajak di Indonesia memang masih lebih rendah dibanding negara lain di dunia. Selain tarif PPN, tarif PPh untuk masyarakat kaya baru dinaikkan menjadi 35 persen, sementara di dunia sudah mencapai 40 persen.

Dia bilang, kenaikan tarif yang dilakukan pemerintah tidak berlebihan, meski masih jauh lebih rendah dibanding tarif pajak di negara lain.

Baca juga: Cukai Rokok, PPN dan Pajak Penghasilan Orang Kaya Naik di 2022, Cek Besarannya

Hal ini turut dipengaruhi oleh posisi Indonesia yang masih berkutat dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi, meski penguatan pajak sudah harus dilakukan dari sekarang.

"Jadi kita ingin melihat space-nya di mana Indonesia setara dengan region atau negara-negara OECD atau negara di dunia, tapi Indonesia tidak berlebih-lebihan. Nah PPN kita, kita lihat space-nya masih ada, jadi kita naikkan hanya 1 persen," jelas Sri Mulyani.

Baca juga: Jokowi: IKN Nusantara Akan Jadi Motor Inovasi Pembangunan Ekonomi Masa Depan

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, kenaikan tarif PPN semata-mata untuk membuat rezim pajak yang adil dan kuat, sesuai dengan rencana pemerintah sejak UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) masih digodok bersama DPR tahun lalu.

Menurut dia, rezim pajak yang adil dan kuat bukan untuk menyusahkan rakyat. Pajak yang diambil negara kembali berakhir dan dinikmati oleh rakyat, berupa bantuan sosial, subsidi listrik, subsidi energi, pembangunan sekolah, hingga pembangunan rumah sakit.

"Banyak sekali sebetulnya APBN melalui penerimaan pajak itu masuk kepada kebutuhan masyarakat, dari mulai listrik, Anda pakai listrik, LPG, naik motor atau ojek, semuanya itu ada elemen subsidinya yang luar biasa cukup besar. Itu adalah uang pajak kita," tandas Sri Mulyani.

Baca juga: Harga Pangan Melesat, Tarif PPN Tetap Naik Mulai Bulan Depan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com