Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Pemerintah "Keukeuh" Naikkan Tarif PPN Saat Harga-harga Komoditas Naik...

Kompas.com - 23/03/2022, 07:57 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah belum memiliki niat untuk menunda kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen. Sejauh ini, pemerintah "keukeuh" menaikkan tarif PPN mulai 1 April 2022

Asal tahu saja, wacana kenaikan tarif PPN sudah dibahas sepanjang tahun lalu lewat Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

Nama RUU tersebut kemudian berubah menjadi Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan disetujui DPR. Kini, pemerintah menyusun aturan turunan UU HPP untuk kenaikan tarif PPN.

Naiknya salah satu tarif pajak ini membuat masyarakat terbelah, ada yang mendukung kenaikan, namun ada pula sebaliknya. Warga yang tidak setuju merasa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tega karena menaikkan tarif saat harga berbagai komoditas melonjak.

Baca juga: Tarif PPN Bakal Naik Jadi 11 Persen, Sri Mulyani: Rata-rata di Dunia Sudah 15 Persen

Namun Sri Mulyani menepis anggapan itu. Dia menjelaskan, kenaikan tarif tidak untuk menyusahkan masyarakat.

Sri Mulyani menjelaskan, kenaikan tarif pajak semata-mata untuk membuat rezim pajak yang adil dan kuat, sesuai dengan rencana pemerintah sejak UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) masih digodok bersama DPR tahun lalu.

"Pada keseluruhan, menciptakan sebuah rezim pajak yang adil tapi pada saat yang sama sebuah rezim pajak yang kuat. Kenapa kok kita butuh itu, memangnya kita butuh pajak yang kuat itu untuk nyusahin rakyat? Enggak," kata Sri Mulyani dalam CNBC Economic Outlook 2022, Selasa (22/3/2022).'

Baca juga: Sri Mulyani Ungkap Adanya Badai yang Bikin Pemulihan Ekonomi Makin Pelik

Singgung infrastruktur

Pajak-pajak yang diterima negara akan kembali kepada rakyat dalam bentuk subsidi, bansos, hingga infrastruktur. Dengan demikian, kata Sri Mulynai, kuatnya rezim pajak juga memperkuat hidup warga negaranya.

Namun kata Sri Mulyani, masih ada masyarakat yang beranggapan tidak butuh infrastruktur tertentu, seperti jalan tol.

Baca juga: Sri Mulyani soal Kenaikan PPN: Bukan untuk Menyusahkan Rakyat

Sri Mulyani menyebut, jika dipahami lebih lanjut, jalan tol membangun pusat ekonomi baru sehingga sumber pertumbuhan dan pendapatan akan merata di seluruh negeri.

"Jadi jangan dipikirkan, 'Oh, saya enggak perlu jalan tol, saya enggak makan jalan tol'. Enggak juga lah. Banyak sekali sebetulnya APBN melalui penerimaan pajak itu masuk kepada kebutuhan masyarakat," kata dia.

Tarif PPN lebih kecil dari negara lain

Wanita yang karib disapa Ani ini menjelaskan, penguatan pajak melalui PPN juga diperlukan agar tarif PPN di dalam negeri mendekati tarif PPN di negara-negara tetangga dan OECD.

Menurut pengamatannya, rata-rata tarif PPN di luar negeri mencapai 15 persen. Sementara di Indonesia sebesar 10 persen, dan baru akan naik menjadi 11 persen sekitar seminggu kemudian.

Dia melihat masih ada ruang untuk menaikkan tarif PPN di dalam negeri agar setara dengan negara lainnya.

Baca juga: Sri Mulyani: Konflik Rusia-Ukraina Bawa Ancaman Nyata bagi Dunia

Namun, sebutnya, pemanfaatan ruang ini tidak serta-merta membuat pemerintah langsung menaikkan tarif tinggi. Kenaikan tarif PPN sendiri dilakukan secara bertahap, dengan kenaikan sebesar 12 persen pada tahun 2025.

"Untuk PPN di seluruh dunia ini, rata-rata PPN dunia itu ada di 15 persen, kalau kita lihat negara OECD dan lain-lain itu. (Tarif PPN) Kita di 10 persen dan kita naikkan 11 (persen), dan nanti 12 (persen) pada tahun 2025," selorohnya

Perhatikan pemulihan ekonomi

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyampaikan, peningkatan tarif PPN sudah didiskusikan matang-matang.

Ia mengatakan penguatan rezim pajak ini memperhatikan laju pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19. Dia tidak ingin kenaikan menggerus daya beli masyarakat sehingga kenaikan dilaksanakan secara bertahap.

Di sisi lain, penyehatan APBN harus dilakukan dari sekarang, salah satunya dengan memperluas basis pajak, setelah APBN bekerja keras menggelontorkan dana untuk bidang kesehatan dan sosial saat pandemi Covid-19.

Baca juga: Harga Pangan Melesat, Tarif PPN Tetap Naik Mulai Bulan Depan

Penyehatan menjadi fokus utama pemerintah sembari melakukan konsolidasi fiskal dengan defisit kembali ke 3 persen pada tahun depan.

"Kita paham bahwa sekarang fokus kita pemulihan ekonomi, namun fondasi untuk pajak yang kuat harus mulai dibangun. Jadi caranya gimana? Ya tadi, pemerintah kalau ada penerimaan dikembalikan ke rakyat, apakah dalam bentuk bansos, jadi warga yang tidak bayar pajak malah mendapatkan bantuan dari pemerintah," bebernya.

Tidak semua barang atau jasa kena PPN

Pengenaan PPN hanya berlaku untuk beberapa barang atau jasa. Sedangkan barang atau jasa yang dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat tidak dikenakan PPN, yakni kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya.

Kemudian, tarif PPN 0 persen juga diterapkan pada ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak.

Baca juga: Tarif PPN Jadi 11 Persen Mulai 1 April, Siap-siap Harga Pulsa Bakal Naik

Secara lebih rinci, ada 15 barang atau jasa yang tak kena PPN alias tarif PPN 0 persen. Hal ini tercantum dalam pasal 16B dan pasal 4A UU HPP.

Barang atau jasa tersebut ialah jenis makanan dan minuman tertentu, uang dan emas batangan, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa yang disediakan pemerintah, jasa penyediaan tempat parkir, dan jasa boga atau katering.

Di samping itu, kemudahan dalam pemungutan PPN juga akan diberikan kepada jenis barang atau jasa tertentu atau sektor usaha tertentu melalui penerapan tarif PPN final, misalnya 1 persen, 2 persen, atau 3 persen, dari peredaran usaha.

"Oleh karena itu, sebuah rezim pajak yang kuat adalah untuk jagain Indonesia sendiri, bukan untuk nyusahin rakyat," tandas Sri Mulyani.

Baca juga: Mengenal Apa Itu PPN yang Tarifnya Naik Mulai 1 April 2022

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com