Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemda Belum Mandiri, Sri Mulyani: Saat Pusat Shock, Semuanya Ikut Drop...

Kompas.com - 25/03/2022, 12:10 WIB
Fika Nurul Ulya,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan pemerintah daerah (pemda) memaksimalkan pendapatan asli daerah (PAD).

Tujuannya agar anggaran pembangunan dan perbaikan di daerah tidak melulu mengandalkan transfer dari pemerintah pusat.

"Local taxing power atau kemampuan daerah untuk mendapatkan penerimaan asli daerah perlu diperkuat, dan daerah-daerah betul-betul sangat tergantung pada pusat," kata Sri Mulyani dalam sosialisasi UU HKPD, Jumat (25/3/2022).

Baca juga: Sri Mulyani: Dikiranya Pajak Kita Hanya untuk Bangun Jalan Tol Saja

Bendahara negara ini mengungkapkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih sangat bergantung pada APBN.

Dengan demikian, ketika APBN tertekan karena krisis seperti pandemi Covid-19, APBD pun ikut anjlok sehingga berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

"Sekarang pusat menghadapi shock besar, seperti pandemi Covid-19. Tiba-tiba ekonomi berhenti dan drop. Ya daerah enggak punya alternatif (penerimaan dari PAD), semuanya berhenti aja ikut drop, karena transfer (ke daerah) kita menjadi turun," selorohnya.

Hal ini, kata Sri Mulyani, menandakan pemda belum mampu menjadi penahan shock APBN. Pemda belum mampu mengakses dana atau pembiayaan jika anggaran belanja lebih besar dibanding penerimaan.

"Daerah biasanya masih belum mengenal itu, belum mampu untuk mengatur kalau belanja lebih besar sedikit daripada penerimaan, caranya pinjam bagaimana dan bagaimana pinjaman itu tetap prudent. Itu belum muncul," tutur Ani.

Baca juga: Juragan 99 Gilang Widya Pamer Omzet MS Glow Rp 600 Milar Per Bulan, Stafsus Sri Mulyani: Wow Gurih Nih, Tinggal Cocokkan SPT

Sementara itu, rasio pajak dan retribusi daerah belum dipakai secara maksimal. Dia bilang, belanja daerah belum banyak digunakan untuk belanja modal yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, belanja daerah masih diecer-ecer ke berbagai program. Hal ini membuat anggaran berbagai program tak maksimal dan lebih banyak digunakan untuk rapat-rapat tak berkesudahan.

Tak heran, indeks pembangunan manusia (IPM) di daerah masih terlampau timpang. Ada daerah dengan IPM yang bagus, tetapi ada pula daerah dengan IPM tertinggal.

"Kalau menggunakan terminologi Bapak Presiden adalah diecer-ecer sehingga tidak menghasilkan dampak yang kelihatan oleh masyarakat. LKPD bagus, tapi belum tentu itu hasilnya adalah memberikan dampak yang paling optimal," jelasnya.

Belum maksimalnya hubungan keuangan antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah membuat pemerintah menerbitkan UU HKPD. UU ini didesain untuk memperkuat desentralisasi fiskal agar terjadi pemerataan kesejahteraan di masyarakat.

Fokusnya adalah memperbaiki ketimpangan vertikal dan horizontal antarpemerintah, menguatkan local taxing power, meningkatkan kualitas belanja daerah, serta mengharmonisasi belanja pusat dan daerah.

"Tentu tujuannya untuk bisa perbaiki kualitas output outcome dan bagaimana pada akhirnya masyarakat bisa menikmati dalam bentuk kesejahteraan," tandas Ani.

Baca juga: Sri Mulyani: Tak Semua Barang Kena PPN 11 Persen, Ada yang Hanya 1-3 Persen

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Whats New
Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com