Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Diprediksi Alami "Inflasi Medis" hingga 14 Persen pada 2022, Ini Penyebabnya

Kompas.com - 30/03/2022, 13:22 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mercer Marsh Benefits (MMB) melaporkan, perusahaan asuransi di Asia mengalami kenaikan inflasi terkait biaya program manfaat kesehatan yang disponsori oleh perusahaan. Angka ini disebut melebiihi biaya sebelum pandemi.

Di Indonesia, tren medis diperkirakan akan meningkat hingga 14 persen pada tahun 2022. Angka tersebut lima kali lipat dibandingkan perkiraan tingkat inflasi umum.

Hasil survei MMB mengatakan, peningkatan biaya mencapai hingga 3,5 persen pada tahun 2020 dan naik menjadi 8,8 persen pada tahun 2021.

Sementara itu, perusahaan asuransi memperkirakan peningkatan biaya medis hingga 10 persen pada tahun 2022. Prediksi ini empat kali lipat dibandingkan perkiraan tingkat inflasi secara umum untuk wilayah Asia.

Baca juga: Cegah Sengketa,  Pembicaraan Penjualan Produk Unit Link Wajib Direkam!

Inflasi medis di Asia 2021

Pihaknya melaporkan, ada lima negara di Asia mengalami tingkat tren medis yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata regional atau sebesar 8,8 persen pada tahun 2021.

Adapun rinciannya, yaitu India dengan tingkat inflasi medis tertinggi sebesar 14 persen, disusul oleh China 12 persen, Indonesia 10 persen, Vietnam 10 persen, dan Filipina 9 persen.

Secara keseluruhan, 81 persen perusahaan asuransi di Asia menunjukkan peningkatan aktivitas klaim medis pada tahun 2021. Meskipun demikian, 53 persen perusahaan asuransi melaporkan berkurangnya jumlah klaim medis dibandingkan sebelum pandemi.

Baca juga: Mau Cari Asuransi Kesehatan yang Tepat? Perhatikan Ciri-cirinya

Penyakit tidak menular penyebab utama kematian global

Pemimpin Regional Asia, Mercer Marsh Benefits Joan Collar, mengungkapkan, biaya pengobatan mengalami kenaikan meskipun tingkat perawatan medis lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi.

"Hal tersebut diperburuk dengan perawatan kesehatan yang tertunda sehingga memiliki dampak yang lebih buruk dan membutuhkan biaya yang besar,” kata dia dalam keterangan resmi, Rabu (30/3/2022).

Di samping itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (The Center of Disease Control and Prevention) telah mengidentifikasi penyakit tidak menular (PTM) sebagai penyebab utama kematian secara global.

Berdasarkan laporannya, sebanyak 62 persen dari kematian tersebut terjadi di kawasan Asia Tenggara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com