Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Sindrom “Semua Bikin Sendiri” di Koperasi

Kompas.com - 30/03/2022, 13:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Matra Kemandirian

Pada lapis dalam saya curiga mental model itu terkait dengan matra kemandirian yang ada pada organisasi koperasi.

Kemandirian tergambar dalam jargon “berdikari”, berdiri di atas kaki sendiri. Yang bila dimaknai secara kaca mata kuda, mendorong koperasi untuk membuat segala sesuatunya mandiri dan sendiri-sendiri.

Awalnya saya terusik dengan Matt Ridley dalam bukunya The Rational Optimist, How Prosperity Evolves (2010), yang menulis di salah satu sub babnya soal “Kemandirian itu kemiskinan”.

Tesisnya ia dukung dengan melihat evolusi suatu peradaban, termasuk evolusi homo sapiens. Di mana kemajuan yang terjadi sampai hari ini merupakan capaian otak kolektif. Sebuah hasil kerja dari jaringan inovasi ribuan bahkan jutaan pelaku.

Dia memberi contoh bagaimana suatu peradaban/bangsa tertentu mengalami kemunduran karena isolasi.

Sebaliknya, kesalingtergantungan (interdependensi) membuat peradaban makin maju. Dalam kesalingtergantungan tersebut terjadi kerja sama.

Menariknya, secara evolutif sejarah manusia sejak dulu kala melakukan spesialisasi pekerjaan. Kerja sama dan pertukaran barang dan jasa terjadi karena spesialisasi.

Boleh jadi keliru paham terhadap doktrin kemandirian itu menjadi mental model yang membelenggu.

Segala ihwal harus dibikin sendiri yang membuat pertukaran: modal, keahlian, pengetahuan, pengalaman, teknologi, keterampilan, SDM, jaringan serta sumberdaya lain berjalan lebih lambat.

Bila asumsi itu benar, mental model itu menjadi kurang diterima di zaman ini yang trennya ke arah collaborative economy.

Cara pandangnya bagaimana membangun suatu ekosistem bisnis dengan melibatkan, kerja sama dan kolaborasi, pihak lain.

Ada pembagian peran pada setiap rantai nilainya, yang mendorong terjadinya pembagian nilai kepada para pihak yang terlibat.

Bauran Strategi

Sesungguhnya sedikitnya ada lima bauran strategi yang bisa dipilih koperasi dalam mengembangkan bisnis.

Pertama dengan membikin sendiri (building by ourselves). Pada core business, tentu koperasi wajib membangun dan mengembangkannya sendiri.

Strategi ini kaprah dan telah dilakukan oleh semua koperasi sejak pertama berdiri.

Strategi kedua adalah merger atau akuisisi. Pada usaha pendukung, bisa saja koperasi melakukan merger/akuisisi bisnis lain.

Untuk mencapai skala ekonomi tertentu, berbanding dengan pertumbuhan dan waktu, koperasi bisa melakukan merger.

Atau pada kebutuhan lain, koperasi bisa melakukan akuisisi perusahaan tertentu agar tak perlu membangunnya dari awal.

Ketiga adalah kemitraan (partnership). Pada rantai nilai yang lain, misalnya teknologi, alih-alih membangun sendiri koperasi bisa bermitra dengan tech provider.

Di mana mereka telah memiliki rekam jejak dengan ribuan trial-error pengembangan sistem inti, fitur dan modular.

Kemitraan ini relatif sederhana sebagaimana kerja sama business to business pada umumnya.

Selanjutnya adalah strategi ko-investasi (co-invest). Beberapa koperasi dapat melakukan investasi bersama terhadap suatu bisnis.

Misalnya, beberapa koperasi produksi investasi bersama untuk mendirikan factory sharing. Tujuannya untuk memiliki pusat produksi/pengolahan tanpa harus mengeluarkan sumberdaya yang besar. Skema itu juga akan membuat risiko terbagi ke yang lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com