Sebagai gambaran awal, Yara menyebut bahwa 25 persen pasokan bahan pupuk bagi Eropa berasal dari Rusia. Meski lagi-lagi tidak seketika berdampak bagi Indonesia, kekosongan pasokan dengan persentase itu bisa diyakini bakal berdampak ke harga dan akan sampai juga ke Indonesia.
"Dengan kondisi geopolitik yang tidak seimbang, sumber bahan baku terbesar untuk (keperluan) produksi pangan Eropa dibatasi, dan tidak ada alternatif jangka pendek," kata Yara dalam sebuah pernyataan.
Perusahaan Norwegia ini, yang merupakan salah satu produsen pupuk terbesar di dunia, memasok sektor pertanian Ukraina dan merupakan pembeli besar bahan mentah seperti fosfat dan kalium dari Rusia.
David Beasley, Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia (WFP), beberapa waktu lalu menyatakan pula bahwa invasi Rusia ke Ukraina akan berdampak dramatis bagi organisasi yang menjangkau 120 juta orang terkait pemenuhan kecukupan pangan.
Beasley mengatakan, biaya makanan, bahakan bakar, dan ongkos kirim akan melonjak, yang ini menurut unggahan dia di Twitter merupakan sebuah bencana mutlak.
"Salah satu potensi konsekuensi (dari situasi di Ukraina) adalah bahwa hanya yang paling istimewa dari populasi dunia yang bakal mendapatkan akses ke makanan yang cukup," kata Yara, sebagaimana dikutip Reuters.
Dalam jangka pendek, kenaikan harga pangan bisa saja berdampak positif, terutama dilihat dari sisi pendapatan keuntungan. Namun, tren tersebut juga memperlihatkan sistem pangan tidak berkelanjutan, yang itu akan mengarah kepada kelaparan dan konflik jangka panjang.
"Oleh karena itu, penting bagi komunitas internasional untuk bersatu dan bekerja untuk mengamankan produksi pangan dunia dan mengurangi ketergantungan pada Rusia, meskipun jumlah alternatif saat ini terbatas," kata Yara.
Harga pupuk naik tajam di bulan-bulan terakhir 2021, mengikuti melonjaknya biaya gas alam. Hal ini pada gilirannya menyebabkan harga pangan yang lebih tinggi, yang dapat menyebabkan kelaparan bagi populasi yang paling rentan, seperti yang dalam pernyataan Yara sempat terjadi pada Oktober 2021.
Bos Yara, Svein Tore Holsether, kepada BBC menyebut situasi masih berpeluang menjadi makin sulit. Dia menyebutkan bahwa setengah populasi dunia mendapatkan makanan dari (bantuan) pupuk.
Artinya, bila pasokan pupuk terganggu oleh situasi di Ukraina, maka hasil tanaman pangan pun diperkirakan bakal susut 50 persen.
"Bagi saya, ini bukan soal apakah kita sedang bergerak ke dalam krisis pangan global, melainkan soal seberapa besar krisis itu nantinya," tegas Holsether seperti dikutip BBC pada 7 Maret 2022.
Tanpa ada invasi Rusia ke Ukrania saja, perubahan iklim dan pertumbuhan penduduk sudah menjadi tantangan bagi sistem pangan global, bahkan sebelum pandemi Covid-19. Situasi di Ukraina menambah tingkat kerawanan pangan terutama di negara-negara paling miskin.
"Kita harus ingat bahwa dalam dua tahun terakhir, ada peningkatan 100 juta lebih banyak orang yang pergi tidur dalam keadaan lapar," ujar dia.
Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
Catatan: Konten harian Kompas yang dicuplik dalam tulisan ini dapat diakses publik melalui layanan Kompas Data.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.