Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK Kumpulkan Pengganti Uang Negara sampai Rp 17,38 Triliun

Kompas.com - 31/03/2022, 16:12 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengumpulkan uang pengganti kerugian negara senilai Rp 17,38 triliun dalam kurun waktu 2018-2022.

Selain uang pengganti, PPATK juga telah mengumpulkan pemanfaatan hasil pemeriksaan dan denda Rp 10,85 miliar dalam kurun waktu yang sama.

"Selama periode 2018-2022, PPATK turut membantu penerimaan negara melalui pemanfaatan hasil pemeriksaan dan denda Rp 10,85 miliar, uang pengganti kerugian negara sejumlah Rp 17,382 triliun dan jumlah aset yang telah disita," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam acara PPATK 3rd Legal Forum di Jakarta, Kamis (31/3/2022).

Baca juga: PPATK Temukan Aliran Dana Rp 13,2 Miliar dari Binomo ke Showroom Mobil

Sementara itu, pada tahun 2021, jumlah denda yang dikumpulkan sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 20,96 juta dan 77.000 dollar AS.

Uang tersebut, kata Ivan, sedikit banyak berasal dari kasus penanganan kasus korupsi berdasar penyampaian hasil analisis PPATK.

Dia meyakini bahwa upaya kolaborasi dengan berbagai pihak menjadi cerita sukses dalam melakukan penyelamatan asset recovery.

"Kami akan terus membantu teman-teman DJP yang hampir setiap hari menyampaikan info kepada kami untuk mendapatkan hasil analisis terkait upaya yang teman-teman DJP lakukan terkait dengan pengungkapan kasus di bidang perpajakan," sebut Ivan.

Lebih lanjut, Ivan menyebutkan, korupsi dari pajak masih terjadi. Instrumen pajak, seperti pajak karbon, berpotensi menimbulkan kebocoran pada penerimaan negara.

Korupsi pada pajak karbon dapat menurunkan efektivitas pengenaan pajak karbon pada pelaku usaha. Akibatnya, kata Ivan, akan berdampak pada tidak terwujudnya karbon net sink yang ditargetkan pemerintah.

Oleh karena itu, PPATK melihat perlu adanya upaya dari rezim antipencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme untuk mengawal pelaksanaan pajak karbon yang akuntabel, transparan, dan berintegritas.

"Pemberlakuan pajak karbon yang berintegritas dapat mendukung program pemerintah dalam percepatan pengembangan energi terbarukan untuk mendukung komitmen pemerintah dalam implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia," tandasnya.

Baca juga: Sri Mulyani Umumkan Pajak Karbon Batal Berlaku 1 April 2022

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com